BERITA

Usia 45 Tahun ke Bawah Boleh Kerja? WHO: Semua Usia Rentan Kena COVID-19

Usia 45 Tahun ke Bawah Boleh Kerja? WHO: Semua Usia Rentan Kena COVID-19

KBR, Jakarta - Ketua Gugus Tugas Covid-19 Doni Monardo menyatakan warga berusia 45 tahun ke bawah tidak termasuk kelompok rentan Covid-19. Pemerintah kemudian berencana mengizinkan mereka untuk bekerja dan beraktivitas lebih banyak di luar rumah.

Namun, pernyataan itu disanggah oleh perwakilan organisasi kesehatan dunia WHO di Indonesia.

"Kalau untuk yang rentan terkena (COVID-19) sama, kaum muda sama rentannya berada di dalam posisi kita, dalam usia berapa pun mempunyai risiko tertular oleh Covid-19," kata Penasihat Senior WHO untuk Bidang Gender dan Pemuda Diah Satyani Saminarsih kepada KBR, Selasa (12/5/2020).

"Bahwa ada orang-orang dalam usia kelompok usia tertentu dengan kondisi komorbiditas tertentu lebih berisiko, itu iya. Tapi bukan berarti itu menegasi risiko kelompok usia yang lebih muda," tegasnya lagi.

Diah menegaskan indikator untuk mengukur kerentanan seseorang terhadap Covid-19 bukanlah faktor usia, melainkan faktor penyakit penyerta.

"Ada beberapa pedoman di dalam WHO. Saya rasa secara umum disebutkan beberapa hal yang harus dicermati, seperti misalnya usia tua di atas 60 (tahun) itu lebih rentan, atau berapa pun usianya tetapi hidup dengan imun complement. Jadi, artinya orang-orang yang dengan autoimun, atau sudah dengan penyakit penyerta atau komorbiditas. Itu yang secara garis besar disebutkan di dalam pedoman WHO. Tidak disebutkan kalau usia 0-18 begini, usia 18 sampai 45 seperti ini, tidak," tukasnya.


Pemerintah Harusnya Mengacu ke Riskesdas

Menurut Penasihat Senior WHO untuk Bidang Gender dan Pemuda Diah Satyani Saminarsih, pemerintah mestinya menggunakan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) dari Kemenkes sebagai acuan pengambilan kebijakan.

"Secara umum orang yang usianya sudah di atas 60 (tahun) itu dianggap lebih rentan daripada populasi yang lebih muda. Tetapi tidak berarti populasi yang lebih muda sudah dengan sendirinya lebih gagah perkasa, tidak. Populasi lebih muda sekarang kita harus lihat, apakah dia ada penyakit kardiovaskular, apakah ada penyakit autoimun, apakah ada diabetes, apakah ada penyakit ginjal, atau penyakit komorbid yang lain," jelas Diah.

"Jadi keputusan untuk melepaskan satu kelompok populasi tertentu kembali beraktivitas, itu harus dilihat dari data populasi yang ada dulu. Tidak hanya dilihat dari Covid-19, tetapi juga dilihat, misalnya, kalau Indonesia itu data Riskesdas-nya."

"Data Riskesdas terakhir menyebutkan bagaimana sebenarnya usia, penyakit-penyakit itu ada di usia berapa saja. Karena penyakit penyerta itu menentukan tingkat risiko tertular Covid-19 atau tidak. Dan bila sudah tertular, apakah akan memperparah kondisinya," lanjutnya.


Warga Usia Muda Sering Lolos Deteksi

Alih-alih membolehkan kelompok usia muda beraktivitas keluar rumah, Diah menilai pemerintah mestinya lebih fokus meningkatkan layanan kesehatan bagi mereka.

"Kita harus memikirkan akses orang muda terhadap fasilitas kesehatan. Juga suaranya harus didengarkan. Keluhan-keluhan mereka tidak bisa dianggap ringan, harus dilihat sama validnya dengan keluhan populasi yang usianya lebih tua, dalam hal merasakan Covid-19 ini. Dan justru malah dalam usia yang lebih muda, harus lebih sensitif kita melihat keluhannya," kata Diah.

"Ini yang kita lihat sekarang, bagaimana orang-orang muda mulai banyak yang terkena Covid-19 dan seringkali, hampir sering lolos dari deteksi dini. Ini kita harus perhatikan suara-suara orang muda dan apakah mereka didengar dengan betul pada saat mereka mengakses layanan kesehatan sebelum kondisinya parah," ujarnya lagi.

Editor: Agus Luqman

  • COVID-19
  • pembatatasan sosial
  • psbb

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!