BERITA

Anggota DPR Desak Pemerintah Cabut Perpres Penaikan Iuran BPJS Kesehatan

Anggota DPR Desak Pemerintah Cabut Perpres Penaikan Iuran BPJS Kesehatan
Pegawai melayani sejumlah warga di kantor BPJS Cabang Medan, Sumatera Utara, Kamis (14/5). (Antara/Septianda)

KBR, Jakarta-   Anggota komisi bidang Kesehatan DPR RI Netty Prasetiyani Heryawan menyebut BPJS Kesehatan dan pemerintah masih memiliki pekerjaan yang harus diselesaikan sebelum memutuskan untuk menaikan iuran BPJS Kesehatan. Netty mengatakan,  permasalahan yang harus diselesaikan itu di antaranya pemutakhiran data hingga permasalahan internal yang berkaitan dengan dugaan kecurangan.

Netty menyatakan permasalahan tersebut merupakan temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

"Temuan BPK itu banyak, yang salah satu yang tadi saya sebutkan adalah data cleansing. Banyak orang yang seharusnya berhak mendapat PBI tapi masuk PBPU nah itu kan harus diurus. Kedua ini juga seharusnya dilakukan secara sungguh-sungguh terverifikasi tervalidasi karena ini krusial. Ketiga masalah internal BPJS. BPK minta BPJS untuk menyelesaikan froud (kecurangan) yang terjadi baik pada layanan kesehatan maupun di BPJS. Froud ini kemudian membuat BPJS itu yang dikatakan oleh pemerintah mengalami defisit," kata Netty kepada KBR, Kamis (14/5/2020).

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI itu melanjutkan, "Belum lagi nama orang yang berbeda dalam satu NIK. Ini kan jadi rekomendasi Rakergab tahun lalu akhirnya kita dorong begitu ya karena memang situasi masyarakat sedang susah seperti ini gak usah naik. Gimana caranya ya, silakan cari cara dan tidak melanggar aturan. Akan tetapi premi tetap naik itu ya Januari 2020. Hingga kemudian dibatalkan lewat judicial review MA kelompok cuci darah indonesia. Namun sampai hari ini Pemerintah belum melaksanakan amar putusan MA yang meminta agar dibatalkan."

Netty mengatakan, BPK juga seharusnya melakukan audit tehadap BPJS Kesehatan. Sebab permasalahan yang berdasar pada temuan BPK tersebut dikhawatirkan berpotensi pada tindakan korupsi.

"Itu tentu saja memerlukan audit, apakah kemudian Froud, kemudian salah bayar, dan lain sebagainya itu menimbulkan kerugian negara atau engga? Kerugian negara itu apakah tindakan koruptif atau administrasi," katanya

Lebih lanjut, Netty mendesak segera dicabutnya Peraturan Presiden (Perpres) 64 tahun 2020 tentang revisi perubahan perpres 82 tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, mengenai kenaikan kembali iuran BPJS kesehatan itu. Menurut keberadaan perpres hanya menambah beban masyarakat di tengah kondisi menghadapi dampak pandemi Covid-19. Selain itu, keputusan presiden mengeluarkan Perpres juga dinilai bermasalah secara hukum lantaran melanggar putusan Mahkamah Agung (MA).

"Kemudian presiden melahirkan perpres 64 ini bermasalah secara hukum. Secara etika presiden tidak punya empati, presiden bermain-main dengan nyawa rakyatnya yang hari ini mengalami kesulitan. Kalau saya secara pribadi meminta batalkan saja perpres 64 2020. Karena putusan MA saja belum dilaksanakan kok tiba-tiba muncul perpres yang baru. Tentu saja ini mencederai nurani masyarakat," kata Netty.

Editor: Rony Sitanggang

  • COVID-19
  • bpjs kesehatan
  • penaikan bpjs kesehatan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!