BERITA

Supirnya Punya Senjata Api Ilegal, Kivlan Zen Ditangkap Polisi

"Pihak kepolisian menduga Kivlan terkait dengan senjata api ilegal yang dimiliki enam tersangka rencana pembunuhan tokoh nasional. Tapi kuasa hukum Kivlan menampik tuduhan itu."

Supirnya Punya Senjata Api Ilegal, Kivlan Zen Ditangkap Polisi
Mayor Jenderal TNI Purnawirawan Kivlan Zen (tengah) didampingi kuasa hukum saat memenuhi panggilan Bareskrim Mabes Polri, di Jakarta, Rabu (29/5/2019). (Foto: ANTARA/Wibowo Armando/ama)

Polda Metro Jaya menangkap Mayjen Purnawirawan TNI Kivlan Zen dan menetapkannya sebagai tersangka kepemilikan senjata api ilegal.

"Bapak Kivlan Zen ini semenjak sekitar sore tadi sekitar jam 16.00 dimulai pemeriksaannya oleh pihak penyidik Polda Metro Jaya, diawali sebenarnya dengan penangkapan ya," kata kuasa hukum Kivlan Zen, Djudju Purwantoro, di Gedung Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis dini hari, sebagaimana dikutip Antara (30/5/2019).

Djudju mengungkapkan, setelah diperiksa di Bareskrim Polri, Kivlan dinyatakan ditangkap dengan sangkaan UU Darurat Nomor 12 tahun 1951 oleh Polda Metro Jaya, dengan status laporan tipe A.

"Jadi penyidik yang bikin laporan. Itu dikaitkan dengan persoalan apakah menyimpan maupun menggunakan senjata api tanpa hak," kata Djudju.

Saat ini, pemeriksaan tengah ditunda karena mempertimbangkan kondisi kesehatan Kivlan. Namun yang bersangkutan tidak diizinkan pulang.

"Karena proses pemeriksaan beliau kalau sesuai UU sampai maksimum batas 24 jam. Oleh sebab itu, karena kondisi kesehatan beliau, kami minta dini hari ini dilakukan istirahat untuk kemudian besok pagi dilanjutkan kembali pemeriksaannya," ucap Djudju.


Kuasa Hukum: Senjata Itu Bukan Milik Kivlan

Kuasa hukum Kivlan, Djudju Purwantoro, menyebut bahwa sebenarnya senjata api ilegal yang diperkarakan bukanlah milik Kivlan.

"Menurut kami, Pak Kivlan ini gak ada relevansinya dengan UU Darurat ya, karena Pak Kivlan ini gak menyimpan, memiliki, menggunakan atau menguasai senjata api, gimana kaitannya," kata Djudju Purwantoro di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Kamis dini hari.

Kata Djudju, senjata api yang disita kepolisian, meliputi satu senapan laras panjang dan tiga pistol, adalah milik enam orang tersangka rencana pembunuhan tokoh nasional yakni (inisial) HK, AZ, TJ, AD, IR, dan AF.

Enam orang tersebut diketahui punya peran masing-masing, mulai dari mencari senjata sampai jadi eksekutor.

"Ada beberapa senjata api yang dijadikan sebagai alat bukti, yang di mana sebetulnya Pak Kivlan tidak menguasai atau memiliki senjata tersebut. Senjata itu dimiliki Iwan dkk dan ditemukan di mereka. Pak Kivlan dimintai keterangan terhadap keberadaan senjata api tersebut. Tapi klien kami tidak memegang senjata sama sekali," ujar Djudju.


Kivlan Mengetahui 4 dari 6 Tersangka Rencana Pembunuhan Tokoh Nasional

Djudju menyebut, Kivlan memang mengetahui empat dari enam orang yang jadi tersangka rencana pembunuhan tokoh nasional dan kepemilikan senjata api ilegal.

Tapi Kivlan hanya mengenal satu orang saja, yaitu Armi yang dalam tiga bulan terakhir bekerja sebagai supir pribadi Kivlan.

"Pak Kivlan hanya mengetahui empat orang yakni Iwan, Tajudin, Heri dan Armi. Sama Armi kenal tapi baru sebentar, baru tiga bulan. Karena yang bersangkutan sempat kerja paruh waktu dengan Pak Kivlan untuk membantu menyopiri, mengingat usia yang sudah tidak muda, jadi dibantu sekali-kali, namun tidak full. Sementara tiga orang itu dikenalkan oleh Armi," kata Djudju.

“Oleh sebab itu status pak Kivlan pada sore dan tengah malam ini juga sudah dinyatakan tersangka walaupun tidak secara langsung pak Kivlan itu memiliki atau menguasai senjata api, karena pihak penyidik sudah melakukan pemeriksaan awal tentang kasus ini," tambahnya.

(Sumber: ANTARA)

  • Kivlan Zen
  • Senjata Api Ilegal
  • pembunuhan tokoh
  • ancaman pembunuhan
  • Pilpres 2019
  • kerusuhan pemilu
  • Aksi 22 Mei

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!