NASIONAL

Rusuh Tolak Hasil Pilpres, Koalisi Temukan Dugaan Pelanggaran HAM

""Meminta agar para elit politik juga harus bertanggung jawab. Karena itu semua dimulai sangat panjang oleh kedua belah pihak""

Resky Novianto

Rusuh Tolak Hasil Pilpres, Koalisi Temukan Dugaan Pelanggaran HAM
Polisi menangkap dua orang yang diduga sebagai provokator saat terjadinya kerusuhan di atas jalan layang Slipi Jaya, Jakarta, Rabu (22/5/2019). (Foto: Antara)

KBR, Jakarta-  Koalisi Masyarakat Sipil, yang terdiri dari YLBHI, Kontras, LBH Jakarta, AJI, Lokataru Amnesty Internasional, dan LBH Pers, menemukan dugaan pelanggaran HAM saat rusuh 21 dan 22 Mei. Ketua YLBHI, Asfinawati mengatakan ada belasan temuan awal dari laporan pemantauan,   yang akan segera ditindaklanjuti ke lembaga-lembaga pengawas seperti Komnas HAM, KPAI, Komnas Perempuan dan Ombudsman.

Ia menyebut, temuan awal itu mengindikasikan adanya pelanggaran HAM, terhadap korban dari pelbagai kalangan, yakni jurnalis, tim medis, penduduk setempat, dan peserta aksi.

"Kami akan meneruskan laporan ini ke lembaga-lembaga pengawas atau pemantau seperti Komnas HAM, Komisi Perlindungan Anak (KPAI), Komnas Perempuan dan juga Ombudsman. Kedua, kami membuka apabila ada korban-korban yang ingin mengadukan persoalannya bisa ke LBH Jakarta, dan juga kepada Kontras dan yang pasti kami akan terus melengkapi karena hanya temuan awal. Kami akan terus melengkapi temuan ini, sehingga kita bisa mendapatkan siapa sih kreator utama dibalik ini." ucap Asfinawati di Kantor Pusat YLBHI, Jakarta Pusat, Minggu (26/5/2019).

Ketua YLBHI, Asfinawati menuturkan,   akan terus mendorong pengungkapan temuan awal   oleh pihak kepolisian secara transparan. Ia menambahkan, bahwa laporan temuan awal akan menjadi pijakan dari koalisi untuk terus bisa melengkapi, agar kreator utama dibalik seluruh dugaan pelanggaran HAM ini segera terungkap.


"Kalau kita ingat ini bukan pertama kali terjadi di Indonesia, ada kasus Kudatuli tahun 96 yang juga terkait dengan politik, ada kasus Mei 98. Dan ini tentu saja harus kita hentikan, agar tidak terjadi lagi. Karena kalau sebelumnya tidak pernah diungkap dan hanya ada kambing hitam atau pelaku lapangan maka produsen yang tentunya masih terus bisa beroperasi," ujar Asfinawati.


Asfinawati menambahkan,   elit politik terutama kedua kubu peserta Pilpres 2019, menyumbangkan narasi provokatif yang menjadi salah satu penyebab utama terjadinya kerusuhan pada 21 dan 22 Mei 2019.


"Kami juga meminta agar para elit politik juga harus bertanggung jawab. Karena itu semua dimulai sangat panjang kedua belah pihak ini ikut menyumbang adanya kekerasan ini. Kita harus bersama-sama sebagai bangsa Indonesia, menghentikan kekerasan politik seperti ini harus berhenti dan sistemnya harus dibongkar," tutur Asfinawati. 

Aksi rusuh pada 21-22 Mei, menyebabkan 8 orang tewas, dan ratusan terluka. Data yang dicatat Dinas Kesehatan Jakarta, mereka adalah; Farhan Syafero, Lelaki (31), warga Depok, Jabar,  M. Reyhan Fajari,  lelaki (16), warga Tanah Abang, Jakpus,  Abdul Ajiz, lelaki (27), warga Pandeglang, Banten,  Bachtiar Alamsyah, lelaki warga Tangerang, Banten.  Selain itu, Adam Nooryan, lelaki (19), warga Tambora, Jakbar,  Widianto Rizky Ramadan, lelaki (17) warga  Slipi, Jakbar, Sandro, lelaki (30), Tangsel, Banten, dan satu korban tewas tanpa identitas. 

Kepolisian telah menangkap ratusan orang saat kerusuhan pada 21 dan 22 Mei. Sebanyak 11 orang di antaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka. Barang bukti yang disita  di antaranya   bambu, jeriken, celana, botol kaca, batu, dan telepon selular. 


Editor: Rony Sitanggang

 

  • kerusuhan pemilu
  • Pilpres 2019

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!