NASIONAL

Pernah Blokir Film Fitna, Eks Mendiknas Terpilih Jadi Ketua Dewan Pers

""Ketika masyarakat semakin cerdas dan dewasa, mereka tahu berita yang tidak beres, dia sudah punya self censoring," kata Mohammad Nuh dalam pidato sambutannya."

Adi Ahdiat

Pernah Blokir Film Fitna, Eks Mendiknas Terpilih Jadi Ketua Dewan Pers
Mohammad Nuh berfoto bersama istrinya di Tokyo, Jepang. (Foto: www.nu.or.id)

KBR  Jakarta - Mohammad Nuh, mantan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), terpilih menjadi Ketua Dewan Pers untuk periode 2019 – 2022.

Pemilihan ketua dilakukan oleh sembilan anggota Dewan Pers periode 2019 – 2022 yang berasal dari unsur wartawan, perusahaan pers, serta tokoh masyarakat.

Serah terima jabatan dari ketua periode sebelumnya, Yosep Adi Prasetyo, kepada Mohammad Nuh dilakukan di Gedung Dewan Pers, Jakarta (21/5/2019).

Dalam sambutannya, Muhammad Nuh selaku Ketua Dewan Pers baru mengatakan ingin menguatkan fungsi media sebagai sarana edukasi publik.

"Ketika masyarakat semakin cerdas dan dewasa, mereka tahu berita yang tidak beres, dia sudah punya self censoring," kata Mohammad Nuh (21/5/2019) sebagaimana dikutip Antara.

Ia ingin media bisa membantu masyarakat dalam menghadapi maraknya peredaran hoax atau informasi-informasi menyesatkan.

"Karena saat ini berita itu macam-macam, dan pemikiran macam-macam, ada media yang bisa mencerahkan. Itu untuk memperkuat nasionalisme” ujarnya.

Mohammad Nuh lantas meminta media massa agar menitikberatkan kerjanya pada aspek verifikasi.

Ia juga meminta media agar menjalankan fungsi empowering atau pemberdayaan, sehingga fungsi-fungsi yang ada di masyarakat akan semakin kuat dengan kehadiran media.


Teknik Elektro, Film "Fitna", dan Tulang Tentara Jepang

Awalnya, Mohammad Nuh adalah seorang sarjana bidang Elektro dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya.

Ia pernah menjadi dosen Teknik Elektro di almamaternya, kemudian mendapat beasiswa magister bidang sains di Universite Science et Technique du Languedoc, Prancis.

Sepulang dari studi di luar negeri, Mohammad Nuh sempat menjadi Rektor di ITS, diangkat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (2007 – 2009), serta Menteri Pendidikan Nasional (2009 – 2014).

Ia juga dikenal sebagai seorang ulama dan aktif di sejumlah organisasi Islam di Indonesia.

Selama menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika, Mohammad Nuh pernah mengeluarkan kebijakan pemblokiran terhadap situs-situs internet yang menyebarkan film Fitna (2008).

Fitna adalah film besutan Geert Wilders, seorang politisi Belanda. Film yang disebar secara online ini berisi pandangan-pandangan yang dinilai mendiskreditkan Islam.

Film Fitna bukan hanya diblokir oleh Indonesia, tapi juga oleh negara mayoritas Muslim lain seperti Malaysia dan Iran.

Bahkan Sekretaris Jenderal PBB saat itu, Ban Ki-Moon, mengutuk film Fitna karena dinilai menyebarkan ujaran kebencian terhadap kelompok Islam.

Dalam situs PBB, Ban Ki-Moon menyatakan, “Saya mengutuk, dengan kata-kata paling keras, penayangan film anti-Islam Geert Wilders yang ofensif. Tidak ada pembenaran untuk ujaran kebencian atau hasutan untuk melakukan kekerasan. Hak kebebasan berekspresi tidak dibela di sini,” tegasnya. 

Terlepas dari kontroversi kebijakannya soal film Fitna, Mohammad Nuh pernah menerima penghargaan dari pemerintah Jepang pada tahun 2016. Ia dianggap berjasa karena mengembalikan tulang tentara Jepang yang gugur saat Perang Dunia II di Papua.

  • dewan pers

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!