HEADLINE

Pakar: Tarik Saksi dari KPU, BPN Rugi

"Tim yang menarik saksi-saksinya, malah akan kehilangan hak-haknya, untuk menyampaikan sanggahan atau argumentasi, bila ditemukan kesalahan."

Pakar: Tarik Saksi dari KPU, BPN   Rugi
KPU ketika kedatangan tim sekjen parpol yang tergabung dalam Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandiaga, pada Kamis (25/4). (Foto: ANTARA)

KBR, Jakarta- Ahli Hukum Tata Negara dari Universitas Bengkulu, Djuanda menilai, ancaman penarikan para saksi Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno dari proses rekapitulasi penghitungan suara Pemilu 2019 di Komisi Pemilihan Umum (KPU), justru akan merugikan BPN dan pasangan Capres-Cawapres mereka sendiri. 

Djuanda berpendapat, tim yang menarik saksi-saksinya, malah akan kehilangan hak-haknya, untuk menyampaikan sanggahan atau argumentasi, bila ditemukan kesalahan.

"Ya, tidak masalah, artinya tidak mempengaruhi, karena yang menarik diri dari pihak-pihak, katakanlah, salah satu pasang, toh. Artinya, ketika dia sendiri yang menarik, berarti dia sendiri yang tidak mau menggunakan hak-haknya. Oleh karena itu, ketika tidak menggunakan haknya sendiri, bukan berarti harus rekapitulasi itu dianggap tidak sah," kata Djuanda kepada KBR, Jakarta, Rabu (15/5)

Djuanda juga menyarankan, apabila pada praktiknya ditemukan ada kesalahan pada proses rekapitulasi penghitungan suara di KPU, sebaiknya kedua tim pendukung pasangan capres-cawapres, mengupayakan proses pembenarannya melalui mekanisme hukum yang berlaku, benar, dan konstitusional.

Khusus kepada KPU, Djuanda mengingatkan untuk tetap konsisten dan profesional, melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai penyelenggara Pemilu yang independen, dan tidak boleh terintervensi oleh pihak manapun.

Editor: Fadli Gaper 

  • BPN tarik saksi
  • rekapitulasi KPU
  • djuanda universitas bengkulu

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!