BERITA

ICW: Bambang Widjojanto Harusnya Tak Bisa Jadi Kuasa Hukum BPN

"ICW mempertanyakan status cuti Bambang Widjajanto dari posisinya sebagai Ketua TGUPP bidang Pencegahan Korupsi di Pemprov DKI."

ICW: Bambang Widjojanto Harusnya Tak Bisa Jadi Kuasa Hukum BPN
Ketua Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN), Bambang Widjojanto (tengah), saat melakukan pendaftaran gugatan hasil Pilpres 2019 di Gedung MK, Jakarta (24/5/2019). (Foto: ANTARA/Hafidz Mubarak A/pd)

KBR, Jakarta - Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo mempertanyakan cuti Bambang Widjojanto yang kini menjadi Ketua Tim Hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi. Tim ini akan mengawal kasus gugatan hasil Pemilu 2019 ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

Setelah penunjukkan dirinya, Bambang lantas mengajukan cuti selama 1 bulan dari posisinya sebagai Ketua Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Bidang Komite Pencegahan Korupsi Pemprov DKI Jakarta.

"Saya hanya mempertanyakan soal posisi Mas BW (Bambang Widjojanto, red) di TGUPP karena 'diwakafkan' untuk menjadi kuasa hukum Badan Pemenangan Nasional (BPN Prabowo-Sandi)," kata Adnan seperti dikutip dari Antara (29/5/2019).

Adnan menyebut, BW sebagai anggota TGUPP masih dibayar oleh APBD Pemprov DKI.

"Kalau mengambil cuti di luar tanggungan, itu sah saja dilakukan. Namun, bila hanya cuti maka BW tetap mendapat upah sebagai anggota TGUPP yang berasal dari APBD," ujarnya.

Menurut Adnan, sebagai anggota TGUPP yang berkomitmen kerja penuh di sana, BW seharusnya tidak bisa menjadi kuasa hukum BPN.

"Saya nggak tahu detail (aturannya) ya. Tapi, kalau sudah komitmen di sana full time, ya, tidak bisa (jadi kuasa hukum BPN)," ujar Adnan.

"Di sini kita berbicara etika pejabat publik. Yang senior seharusnya lebih paham," tambahnya.


Rekam Jejak BW, Dari YLBHI Sampai KPK

Bambang Widjojanto yang akrab disapa BW tergolong sebagai aktivis dan pengacara “senior” di Indonesia.

Sebelum reformasi 1998 BW pernah memimpin Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Ia kemudian menjadi salah satu pendiri Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), serta pendiri Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras).

Ia pernah menjadi anggota koalisi pembentukan UU Mahkamah Konstitusi (MK), serta tim pembentukan regulasi Panitia Pengawasan Pemilu.

BW juga pernah menjadi panitia seleksi calon hakim ad hoc tindak pidana korupsi, pendiri ICW, dan pernah menjabat sebagai Wakil Ketua KPK.

Saat mendaftarkan gugatan BPN ke MK, BW sempat mengatakan, "Mudah-mudahan Mahkamah Konstitusi bisa menempatkan dirinya menjadi bagian penting di mana kejujuran dan keadilan harus menjadi watak dari kekuasaan, dan bukan justru menjadi bagian dari satu sikap rezim yang korup," ujarnya Jumat lalu (24/5/2019). 


TKN: BW Pernah Hadirkan Saksi Palsu dalam Sidang

Meski pernah berkiprah di lembaga-lembaga besar, BW juga disebut memiliki rekam jejak negatif.

Anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi – Ma’ruf, Inas Nasrullah, mengatakan, “BW memiliki rekam jejak negatif dalam penegakan hukum ketika menghadirkan saksi palsu dalam sidang sengketa Pilkada Kotawaringin Barat pada 2010,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang dikutip Antara (27/5/2019).

Menurut Inas, saat itu penyidik Kepolisian sudah memiliki bukti untuk menjerat BW dalam kasus saksi palsu. Tapi pihak Kejaksaan tidak melanjutkan kasusnya ke pengadilan.

"Setelah kasusnya (BW) dilimpahkan ke Kejaksaan, justru dikesampingkan demi kepentingan umum (deponering) oleh Jaksa Agung," katanya.

Inas menyebut, dalam kasus saksi palsu itu Fadli Zon termasuk orang yang vokal memprotes Jaksa Agung atas deponering kasus BW.

Tapi sekarang, Fadli dan BW berada di kubu yang sama.

(Sumber: ANTARA)

Editor: Citra Dyah Prastuti 

  • bambang widjajanto
  • KPK
  • BPN
  • TKN
  • gugatan ke MK
  • gugatan Pilpres 2019
  • ICW

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!