BERITA

Tim Gabungan Kasus Novel Baswedan Klaim Temukan Bukti Baru

Tim Gabungan Kasus Novel Baswedan Klaim Temukan Bukti Baru

KBR, Jakarta - Tim Gabungan Penyidikan Kasus Novel Baswedan mengklaim menemukan bukti baru dalam proses penyelidikan selama tiga bulan terakhir.

Namun, Tim belum mau menyampaikan temuan itu ke publik karena proses kerja sedang masih berlangsung.


Tim gabungan itu dibentuk Mabes Polri pada 8 Januari 2019 dan akan bekerja selama enam bulan hingga 7 Juli 219.


Tim itu dibentuk setelah kasus teror air keras terhadap penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan yang terjadi 11 April 2017 tidak kunjung terungkap.


Anggota Tim Gabungan dari unsur pakar, Hendardi mengklaim tim akan bekerja transparan dalam mengungkap kasus Novel. Tetapi, hasil dari Tim baru dapat disampaikan ke publik setelah proses penyelidikan selesai dan laporan dibuat.  


"Tim kami sudah bergerak. Pada dua minggu lalu, misalnya, tim ke Malang  untuk pemeriksaan saksi-saksi dan TKP, dan beberapa tempat yang menjadi alibi. Semacam itu. Lalu, hari ini tim bergerak ke Bekasi," kata Hendardi, saat dihubungi KBR, Rabu (27/3/2019).


Hendardi menambahkan dalam penyelidikan di Malang tim menemukan hal-hal baru, meski ia belum mau dijelaskan temuan tersebut.


"Di Malang ada hal-hal baru, yang tidak bisa dijelaskan pasti lebih detail. Baik soal saksi, lokasi-lokasi yang dianggap menjadi tempat-tempat tinggal pihak yang ada di situ. Apa itu, kami tidak bisa jelaskan," kata Hendardi.


Meski waktu bekerja tinggal tersisa tiga bulan lagi, Hendardi yakin Tim Gabungan bisa menghasilkan kerja yang optimal.


Kendati demikian, Hendardi mengatakan tim berencana melakukan konferensi pers terkait perkembangan penyelidikan.


"Pertengahan periode ini, kami akan melakukan konferensi pers untuk menjelaskan ini kepada publik. Tentang progres kegiatan tim. Tentu bukan hasil kerja yang kami sampaikan," kata Hendardi.


Dugaan keterlibatan polisi


Kuasa hukum Novel Baswedan, Arif Maulana mempertanyakan kemauan kepolisian mengungkap kasus penyiraman air keras terhadap kliennya tersebut.


Arif Maulana menilai polisi sebenarnya mampu mengungkap perkara itu. Hanya saja, polisi enggan menuntaskan penyelidikan itu karena ada indikasi dugaan keterlibatan jenderal polisi.


“Sejak awal kami, kuasa hukum dan juga teman-teman koalisi masyarakat sipil untuk advokasi selamatkan KPK, tidak percaya dengan kepolisian. Ada indikasi dugaan keterlibatan aparat kepolisian dalam kasus ini. Mestinya dibuat tim independen, yang langsung di bawah Presiden. Itu tuntutan kita. Tim bentukan Polri itu tidak menjawab persoalan, meskipun puluhan polisi yang diterjunkan,” kata Arif kepada KBR, Jakarta, Rabu (27/3/2019).


Arif menilai, tim gabungan bentukan Polri yang terdiri dari berbagai unsur dengan jumlah 65 orang itu tidak mampu memecahkan permasalahan.


Sampai saat ini, tim gabungan tersebut tidak memberikan laporan perkembangan secara rinci atas penanganan perkara serangan terhadap Novel.


Apalagi, kata Arif, waktu tugas tim gabungan tersebut sudah berjalan di bulan ketiga dan akan berakhir pada Juli mendatang.


“Kalau dilihat dari surat tugasnya, sebentar lagi akan berakhir. Tapi tidak ada perkembangan berarti. Bahkan, di dalam timnya itu ada tokoh yang sekarang sedang kontestasi politik dan orang-orang di struktur tim itu sekarang sudah dirotasi posisinya. Misalnya Kabareskrim sudah ganti,” kata Arif.


Untuk menyelesaikan penanganan kasus yang berlarut ini, Arif tidak berhenti mendesak dan menunggu keberanian Presiden Joko Widodo untuk turun tangan langsung.


Arif meminta Presiden Joko Widodo mengevaluasi kinerja polisi dalam penyelidikan pembunuhan berencana terhadap Novel Baswedan. Lebih dari itu, agar Presiden mengambil alih tugas kepolisian dengan membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) independen.


Temui Kabareskrim


Menjelang dua tahun perkara teror terhadap Novel Baswedan, perwakilan Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (WP KPK) menyambangi gedung Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Jakarta, Rabu(27/3/2019).


Mereka menemui Kabareskrim Idham Azis yang juga Ketua Tim Gabungan Penyelidikan Kasus Novel. Pertemuan berlangsung tertutup dan dalam waktu singkat.  


Ketua WP KPK, Yudi Purnomo mengatakan, tujuannya menemui Kabareskrim untuk menanyakan perkembangan penyelidikan dari Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Mabes Polri, terkait kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan.


Yudi Purnomo mengatakan dalam pertemuan itu Kabareskrim Idham Azis memberikan penjelasan tim gabungan sampai saat ini masih bekerja di proses penyelidikan.


"Kami hanya lebih banyak mendengar. Kami tidak bisa menyampaikan hasil pertemuan tersebut, karena ini prosesnya masih penyelidikan di kepolisian." kata Yudi di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Trunojoyo, Jakarta, Rabu (27/3/2019).


Ketua WP KPK, Yudi Purnomo menambahkan dalam pertemuan itu WP KPK juga melaporkan rencana mengadakan kegiatan untuk memperingati 2 tahun tragedi penyiraman air keras terhadap Novel. Acara akan digelar 11 April mendatang, tepat 2 tahun kejadian itu.


"Kami juga akan roadshow ke beberapa tokoh. Kami juga akan roadshow ke beberapa influencer. Kami juga akan menanyakan perkembangan kasus Novel dan perkembangan kasus-kasus teror terhadap pimpinan KPK yang lain. Nanti puncaknya kami akan mengadakan acara pada tanggal 11 April 2019 atau bertepatan dengan 2 tahun kasus Novel," kata Yudi.


Yudi menambahkan, seminggu yang lalu, Wadah Pegawai KPK juga berkirim surat kepada Presiden Jokowi untuk meminta bertemu, terkait permintaan penuntasan kasus penyiraman air keras Novel dan pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta dari Pemerintah.


"Agar presiden mau langsung turun tangan membentuk TGPF sehingga bisa membantu teman-teman di kepolisian," kat Yudi.


Editor: Agus Luqman 

  • Novel Baswedan
  • penyerangan Novel
  • 2 tahun penyerangan Novel
  • #2tahunNovelbuta

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!