RUANG PUBLIK

Pejabat dan Politisi Pemakai Narkoba, Dari Hakim sampai Kepala Biro Agama

Pejabat dan Politisi Pemakai Narkoba, Dari Hakim sampai Kepala Biro Agama

Kasus narkoba di kalangan pejabat dan politisi bukan hal baru di Indonesia.

Mulai dari hakim, pejabat partai, pejabat Polda, sampai Kepala Biro Agama pernah tertangkap dan terbukti menggunakan narkoba.

Bahkan, pernah ada juga anggota DPRD yang terlibat aksi penyelundupan ratusan kilogram sabu. Berikut cuplikan kasus-kasusnya.


Hakim Pengadilan Negeri Bekasi, Puji Wijayanto

Tahun 2012, Hakim Pengadilan Negeri Bekasi, Puji Wijayanto, tertangkap dalam pesta narkoba serta terbukti positif mengonsumsi ekstasi dan sabu. Ia lantas divonis dengan hukuman dua tahun penjara.

Selepas dari tahanan, pada tahun 2014 Puji Wijayanto beralih profesi menjadi pengacara dan sempat menjadi pembela untuk tersangka gembong narkoba.


Pejabat Polda Lampung, Kombes Pol Suyono

Tahun 2013, Inspektur Pengawas Daerah (Irwasda) Polda Lampung, Kombes Pol Suyono dinyatakan positif memakai narkoba jenis sabu.

Menanggapi kasus ini, Lampung Police Watch, lembaga independen pemantau polisi, mendesak agar Suyono dipecat dan diproses dengan hukum pidana.

Namun berdasarkan Surat Keputusan Kapolri tanggal 24 September 2013, Suyono hanya dicopot dari jabatan Irwasda dan dimutasikan ke Mabes Polri menjadi Perwira Menengah Pelayanan Markas (Pamen Yanma).


Bupati Ogan Ilir, Ahmad Wazir Nofiadi Mawardi

Tahun 2016, Bupati Ogan Ilir, Ahmad Wazir Nofiadi Mawardi terbukti positif mengonsumsi sabu.

Ia kemudian ditetapkan menjadi tersangka dan divonis rehabilitasi selama 6 bulan.


Anggota Dewan Pakar Partai Golkar, Indra Jaya Piliang

Tahun 2017, Anggota Dewan Pakar Partai Golkar, Indra Jaya Piliang tertangkap dalam penggerebekan sebuah diskotik dan terbukti positif mengonsumsi sabu.

Setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus narkoba, Indra mengundurkan diri dari posisinya di partai Golkar.

Indra kemudian diserahkan ke BNNK Jakarta Selatan untuk menjalani rehabilitasi.


Kepala Biro Agama Sekretariat Negara, Baharuddin Mamasta

Kasus serupa juga pernah menimpa Baharuddin Mamasta, Kepala Biro Agama Sekretariat Negara.

Tahun 2005 Baharuddin kedapatan membawa paket sabu saat melewati pemeriksaan bandara.

Baharuddin kemudian dijatuhkan hukuman penjara selama 13 bulan, denda sebesar Rp 2 juta, serta hukuman subsider selama 2 bulan.


Anggota DPRD Langkat, Ibrahim Hasan

Kasus yang satu ini agak berbeda. Meski tidak tertangkap mengonsumsi narkoba, politisi dari Partai Nasdem ini terbukti terlibat dalam kasus penyelundupan 105 kilogram sabu serta 30.000 butir ekstasi.

Menurut hasil penyelidikan, Ibrahim terkait dengan sindikat narkoba internasional. Ia juga dikabarkan memiliki banyak aset yang berasal dari hasil penjualan narkoba, meliputi rumah, mobil, showroom mobil, hingga perkebunan sawit.


BNN: Kekayaan Politisi Harus Diselidiki

Menurut lansiran BNN dalam situs resminya, kasus peredaran narkoba di tangan politisi merupakan alarm berbahaya.

BNN juga mencurigai adanya keterlibatan politisi lain, karena nyatanya angka kejahatan selalu lebih kecil dari seluruh fakta yang terjadi.

Untuk mencegah kasus serupa, BNN pernah mengusulkan tindakan proteksi terhadap keterlibatan bandar narkoba dalam pemerintahan.

BNN juga menyebut perlunya penguatan pengawasan terhadap politisi, penegak hukum, dan pejabat pemerintah terkait narkoba.

Menurut BNN, salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah mengaudit kekayaan pejabat dan politisi secara menyeluruh.

Bukan hanya audit pada kekayaan yang terlihat, namun dilakukan dengan model investigatif sebagaimana penyelidikan terhadap aset bandar.

(Sumber: www.bnn.go.id)

 

  • narkoba
  • BNN

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!