RUANG PUBLIK

Dokter, Bidan dan Perawat Membeludak, Tapi Sebarannya Tidak Merata

Dokter, Bidan dan Perawat Membeludak, Tapi Sebarannya Tidak Merata

Di tahun 2019 pemerintah menargetkan agar fasilitas pelayanan kesehatan, termasuk alat-alat dan tenaga kesehatan yang kompeten, bisa tersebar merata di seluruh wilayah Indonesia.

Target tersebut dituangkan dalam dokumen Delapan Sasaran Pokok Peta Jalan Jaminan Kesehatan Nasional yang disahkan sejak tahun 2014 lalu.

Kendati demikian, setelah empat tahun pelaksanaan, target pemerataan itu nampaknya belum tercapai juga.

Menurut data lansiran Kepala Bagian Kepegawaian dan Umum Ditjen Farmalkes, sampai saat ini Indonesia masih defisit dokter spesialis, dokter gigi, apoteker, tenaga gizi, teknisi pelayanan darah, serta tenaga kesehatan masyarakat (kesmas).

Di samping itu ada juga beberapa jenis tenaga kesehatan yang dilaporkan surplus, seperti dokter umum, bidan dan perawat. Hanya saja persebarannya belum merata. Berikut cuplikan datanya.


Dokter Umum Terkonsentrasi di Jawa Barat, Banten dan Sulawesi Barat

Dalam standar yang ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes), Indonesia punya kebutuhan dokter umum puskesmas sebanyak 13.279.

Sedangkan menurut data lansiran Ditjen Farmalkes, jumlah riil dokter umum puskesmas sudah mencapai 17.954, sehingga ada surplus sebanyak 4.675 orang.

Indonesia juga disebutkan membutuhkan dokter umum klinik sebanyak 28.000 orang. Namun sampai sekarang Kemenkes RI belum punya data riilnya.

Kalau dilihat dari segi persebaran, dokter umum paling banyak terkonsentrasi di Jawa Barat, Banten dan Sulawesi Barat.

Data soal ini bisa dilihat dari lansiran situs resmi Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (PPSDMK) Kemenkes RI.

Dengan skala hitungan per 100.000, Jawa Barat dan Banten tercatat memiliki rasio dokter umum – penduduk paling tinggi, yakni 1 : 11. Artinya, ada 1 orang dokter umum untuk setiap 11 orang penduduk.

Tidak berbeda jauh, Sulawesi Barat juga disebutkan memiliki rasio dokter – penduduk 1 : 12.

Rasio itu cukup timpang dengan daerah lain seperti Kalimantan Utara yang rasionya 1 : 35, rasio Yogyakarta 1 : 54, dan juga rasio Jakarta 1 : 65.

Kepulauan Bangka Belitung bahkan tercatat memiliki rasio dokter umum – penduduk hanya 1 : 269. Artinya, untuk setiap 269 penduduk hanya ada 1 orang dokter saja.


Bidan Terkonsentrasi di Jawa Barat, Banten dan Jawa Timur

Standarnya, Indonesia membutuhkan 49.662 bidan. Tapi menurut Ditjen Farmalkes jumlah riil bidan sudah mencapai 146.734.

Berdasarkan data tersebut, Indonesia memiliki surplus bidan sebanyak 97.072 orang.

Kalau dilihat dari segi persebaran, tenaga bidan lagi-lagi paling banyak terkonsentrasi di Banten dan Jawa Barat.

Menurut data Badan PPSDMK, Banten memiliki rasio bidan – penduduk sebesar 1 : 42, sedangkan Jawa Barat 1 : 43.

Jawa Timur juga tercatat memiliki rasio bidan – penduduk cukup baik dibanding daerah lainnya, yakni 1 : 64.

Sedangkan daerah-daerah lain memiliki konsentrasi bidan sangat rendah, semisal Bengkulu yang rasionya 1 : 198 dan juga Aceh yang rasionya 1 : 232.

Dalam hal ketersediaan bidan, Kep. Bangka Belitung lagi-lagi memiliki rasio terendah, yakni hanya 1 : 756.


Perawat Terkonsentrasi di Banten, Jawa Barat dan Sumatera Utara

Standar kebutuhan Indonesia akan perawat puskesmas adalah 59.487 orang. Namun, jumlah riilnya sudah mencapai 118.249 sehingga ada surplus sebanyak 58.762 orang.

Indonesia juga disebutkan memiliki kebutuhan perawat klinik sebanyak 70.000 orang, tapi data riilnya belum diketahui.

Dari segi persebaran, Banten dan Jawa Barat lagi-lagi menjadi provinsi paling dominan.

Menurut data Badan PPSDMK, Banten punya rasio perawat – penduduk 1 : 76, sementara Jawa Barat 1 : 77. Sumatera Utara menjadi provinsi dengan rasio tertinggi ketiga, yakni 1 : 113.

Jumlah ini lagi-lagi timpang dengan kondisi di mayoritas daerah lain. Yogyakarta dan Sulawesi Utara misalnya, tercatat hanya memiliki rasio perawat – penduduk 1 : 250.

Kep. Bangka Belitung menempati posisi terendah, dengan rasio perawat – penduduk hanya 1 : 1.813.


Tenaga Kesehatan Indonesia: Overproduksi dan Maldistribusi

Menurut Paparan Kabag Kepegawaian dan Umum Ditjen Farmalkes dalam Pemetaan Kebutuhan Tenaga Kefarmasian (2019), data-data tadi menunjukkan bahwa Indonesia mengalami overproduksi di beberapa jenis tenaga kesehatan.

Kuantitas sekolah kesehatan di Indonesia dinilai terus meningkat, hingga SDM yang dihasilkan melebihi standar kebutuhan nasional.

Ditjen Farmalkes juga menilai overproduksi itu tidak dibarengi dengan pendayagunaan yang sinkron.

Alhasil, sekalipun jumlahnya sangat banyak, kekurangan tenaga kesehatan masih terjadi di berbagai wilayah Indonesia karena maldistribusi (penyaluran yang tidak tepat sasaran).

(Sumber: Paparan Kabag Kepegawaian dan Umum Ditjen Farmalkes, Pemetaan Kebutuhan Tenaga Kefarmasian, Kemenkes RI, 2019; www.farmalkes.kemkes.go.id; www.bppsdmk.kemkes.go.id)


Baca Juga:

Indonesia Masih Defisit Tenaga Kesehatan, Ini Data Kemenkes

Peneliti: Program Jaminan Kesehatan Nasional Belum Capai Target 


  • Kementerian Kesehatan
  • tenaga kesehatan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!