RUANG PUBLIK

(CEKFAKTA) Sandiaga Singgung UN Berbiaya Tinggi dan Tak Berkeadilan, Apa Betul?

"Setelah penerapan UN Berbasis Komputer, anggarannya sudah bisa ditekan hingga 70 persen lebih rendah. FITRA juga menilai bahwa UN cenderung tidak berkeadilan, namun tetap relevan untuk dipertahankan."

(CEKFAKTA) Sandiaga Singgung UN Berbiaya Tinggi dan Tak Berkeadilan, Apa Betul?
Ilustrasi. (Foto: ANTARA)

Cawapres nomor urut 02, Sandiaga Uno, berencana akan menghapus sistem Ujian Nasional (UN) karena dianggap memakan biaya tinggi dan tidak berkeadilan.

"Kami juga akan menghapus Ujian Nasional. Ini adalah salah satu sumber biaya yang tinggi bagi sistem pendidikan kita. Untuk anak-anak di rumah, Ujian Nasional tersebut sangat tidak berkeadilan. Kami akan menghapuskan, kami gantikan dengan penelusuran minat dan bakat," ujar Sandiaga dalam acara Debat Cawapres di Hotel Sultan, Jakarta (17/3/2019).


Cek Fakta: Biaya UN Turun 70 Persen setelah Penerapan UNBK

Menurut Sekretaris Badan Penelitian dan Pengembangan Kemdikbud, Dadang Sudiyarto, saat ini anggaran UN sudah bisa dipangkas hingga 70 persen lewat Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK).

Hal ini ia utarakan dalam wawancara dengan sejumlah media nasional. Salah satunya dilansir oleh Tempo.co, "Sebelum UNBK, anggaran (UN) sampai Rp 135 milyar," ujar Dadang di kantornya, Jakarta (13/2/2018).

Menurut Dadang, selama ini anggaran Ujian Nasional paling banyak dikeluarkan untuk penggandaan dan pendistribusian soal ujian.

Tapi setelah menerapkan UNBK, anggaran UN turun jauh menjadi Rp 35 milyar. "Sekarang paling banyak itu untuk pengawas ujian," jelas Dadang. 

Berdasarkan penelusuran LSM Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) , sebelum penerapan UNBK anggaran UN mencapai Rp 135 milyar di Tahun Anggaran 2017.

Tapi setelah penerapan UNBK, anggarannya turun menjadi Rp 35 milyar di Tahun Anggaran 2018.

Berdasarkan penelusuran KBR, anggaran Ujian Nasional yang diajukan Kementerian Pendidikan berubah-ubah setiap tahun bergantung persetujuan Komisi Pendidikan DPR. Berikut ringkasannya:

    <li>Alokasi anggaran UN 2008: Rp754 miliar</li>
    
    <li>Alokasi anggaran UN 2010: Rp593 miliar</li>
    
    <li>
    

    Alokasi anggaran UN 2012: Rp600 miliar

    <li>
    

    Alokasi anggaran UN 2013: Rp644,27 miliar (sempat diblokir Kemenkeu karena anggaran membengkak dari sebelumnya Rp543,4 miliar)

    <li>
    

    Alokasi anggaran UN 2014: Rp560 miliar

    <li>
    

    Alokasi anggaran UN 2015: Rp560 miliar

    <li>Alokasi anggaran UN 2017: Rp490 miliar (termasuk UN Berbasis Komputer (UNBK) <span id="pastemarkerend">&nbsp;</span></li>
    
    <li>
    

    Alokasi anggaran UN 2018: Rp35 miliar (termasuk UN Berbasis Komputer (UNBK).

Komentar: UN Cenderung Tidak Berkeadilan Berdasarkan Wilayah, Tapi Tetap Diperlukan

Ervyn Kaffah, Manajer Advokasi FITRA, berpendapat jika UN dijadikan penentu kelulusan, maka UN cenderung tidak berkeadilan mengingat kualitas pendidikan yang belum merata hingga ke pelosok Indonesia.

Namun, Ervyn juga menyebut bahwa UN tetap relevan untuk dipertahankan.

“UN itu penting sebagai alat ukur atau untuk memetakan kualitas pendidikan kita. Kalau dihapus, instrumen apa yang bisa digunakan? Jadi untuk UN masih relevan dipertahankan untuk pemetaan, namun perlu dilakukan perbaikan pada instrumennya,” jelas Ervyn dalam Presidential Debate Live Fact-Checking di Jakarta (17/3/2019).

Menurut FITRA, ketimbang menghilangkan UN, lebih baik pemerintah melakukan perbaikan kurikulum serta membuat standar soal ujian berdasarkan wilayah.


  • FITRA
  • UN
  • ujian nasional
  • Prabowo-Sandi
  • UNBK
  • Cekfakta

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!