BERITA

RUU Cipta Kerja Hapus Batasan Impor Pangan

"UU Pangan menegaskan bahwa impor hanya boleh dilakukan dengan syarat tertentu. Tapi syarat-syarat itu dihilangkan oleh RUU Cipta Kerja."

RUU Cipta Kerja Hapus Batasan Impor Pangan
Garam sisa produksi tahun 2019 di gudang Desa Bunder, Pamekasan, Jatim, tidak terserap karena kalah saing dengan garam impor, Rabu (22/1/2020). (Foto: ANTARA)

KBR, Jakarta- RUU Cipta Kerja merombak UU No. 18/2012 tentang Pangan. Salah satu yang mencolok adalah perombakan terhadap pasal-pasal terkait impor.

Pasal 36 UU Pangan menegaskan bahwa impor hanya boleh dilakukan dengan syarat tertentu, yakni:

(1) Impor Pangan hanya dapat dilakukan apabila Produksi Pangan dalam negeri tidak mencukupi dan/atau tidak dapat diproduksi di dalam negeri.

(2) Impor Pangan Pokok hanya dapat dilakukan apabila Produksi Pangan dalam negeri dan Cadangan Pangan Nasional tidak mencukupi.

Namun, syarat-syarat impor tadi dihapus oleh RUU Cipta Kerja. Omnibus law ini mengubah bunyi Pasal 36 UU Pangan menjadi:

(1) Impor Pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

(2) Impor Pangan Pokok dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan cadangan pangan di dalam negeri.


Impor Tak Boleh Berdampak Negatif = Dihapus

Pasal 39 UU Pangan menetapkan syarat lain bagi kebijakan impor, yakni:

"Pemerintah menetapkan kebijakan dan peraturan Impor Pangan yang tidak berdampak negatif terhadap keberlanjutan usaha tani, peningkatan produksi, kesejahteraan Petani, Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Pelaku Usaha Pangan mikro dan kecil."

Namun, RUU Cipta Kerja menghapus banyak elemen dari pasal tersebut. Bunyinya berubah menjadi:

"Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan dan peraturan Impor Pangan dalam rangka keberlanjutan usaha tani."

Editor: Agus Luqman

  • omnibus law
  • RUU Cipta Kerja
  • impor
  • impor pangan
  • swasembada pangan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!