BERITA

RUU Cipta Kerja: Buruh Korban PHK Tak Boleh Gugat Pengusaha

"Pasal 159 UU Ketenagakerjaan menyebut buruh korban PHK berhak menggugat perusahaan. Tapi, pasal itu dihapus oleh RUU Cipta Kerja."

Adi Ahdiat

RUU Cipta Kerja: Buruh Korban PHK Tak Boleh Gugat Pengusaha
Ilustrasi: Kelompok buruh demonstrasi menolak PHK. (Foto: www.bpjsketenagakerjaan.go.id)

KBR, Jakarta- RUU Cipta Kerja menghapus sejumlah pasal dalam UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.

Salah satu yang dihapus adalah Pasal 159, yang menetapkan bahwa buruh korban PHK berhak menggugat perusahaan. Berikut bunyi pasalnya:

"Apabila pekerja/buruh tidak menerima pemutusan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (1), pekerja/buruh yang bersangkutan dapat mengajukan gugatan ke lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial."

Namun, hak itu ditiadakan oleh RUU Cipta Kerja. Di halaman 573, omnibus law ini menyebut bahwa: "Ketentuan Pasal 159 dihapus".

RUU Cipta Kerja juga menambahkan Pasal 154A, yang sebelumnya tidak ada di UU Ketenagakerjaan. Pasal baru itu mengatur bahwa perusahaan boleh melakukan PHK dengan alasan-alasan seperti:

    <li>Perusahaan melakukan efisiensi;</li>
    
    <li>Perusahaan tutup karena merugi;</li>
    
    <li>Perusahaan tutup karena keadaan memaksa;</li>
    
    <li>Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang;</li>
    
    <li>Perusahaan dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan niaga, dan lain-lain.</li></ul>
    


    Tidak Sejalan dengan Konvensi ILO

    Penghapusan Pasal 159 UU Ketenagakerjaan tidak sejalan dengan standar yang dirumuskan organisasi buruh internasional ILO.

    Dalam Konvensi ILO tentang Pemutusan Hubungan Kerja, ILO menegaskan bahwa buruh punya hak untuk mengajukan banding atas PHK.

    Hak itu dituangkan dalam Pasal 8 Konvensi ILO No. 158 yang berbunyi:

    "Seorang pekerja yang menganggap bahwa pekerjaannya telah diputus secara tidak sah akan berhak untuk mengajukan banding atas pemutusan tersebut kepada sebuah badan yang netral, misalnya pengadilan, pengadilan tenaga kerja, komite arbitrase atau arbitrer."


    Serikat Buruh Berencana Gelar Aksi Mogok Tolak RUU Cipta Kerja

    Selain menghapus hak gugatan PHK, serikat buruh menilai RUU Cipta Kerja juga menghilangkan hak-hak buruh lain yang sebelumnya dijamin UU Ketenagakerjaan.

    Hal ini diungkapkan Sekretaris Jenderal DPP Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riden Hatam Aziz.

    "Ada tiga prinsip yang dilanggar atau dihilangkan, yaitu prinsip tentang jaminan pengupahan. Kedua, jaminan sosial hilang karena efek dari hubungan kerja yang tidak pasti. Dan ketiga, prinsip jaminan kepastian kerja itu juga hilang," kata Riden kepada Antara, Senin (17/2/2020).

    FSPMI bersama Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyatakan bakal menggelar aksi mogok untuk menolak RUU Cipta Kerja cluster Ketenagakerjaan.

    Editor: Agus Luqman

  • phk
  • buruh
  • tenaga kerja
  • RUU Cipta Kerja
  • omnibus law

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!