BERITA

Sanksi Bisa Buat Pejabat Patuh dan Benar Laporkan Kekayaan, Ini Penjelasannya

Sanksi Bisa Buat Pejabat Patuh dan Benar  Laporkan Kekayaan, Ini Penjelasannya

KBR, Jakarta- Indonesian Corruption Watch  (ICW) mendorong perubahan aturan dalam Undang-undang yang memberikan sanksi kepada penyelenggara negara yang tidak menyampaikan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).  Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Donald Fariz menjelaskan bahwa turunnya kepatuhan LHKPN bagi anggota DPR, karena tidak ada aturan yang tegas terkait LHKPN. 

"Jadi menurut saya kalau ini tidak diangkat kepada level perubahan kebijakan melalui UU ini akan terus jadi sesuatu yang terus terjadi, selama ini pola LHKPN itu hanya bergantung kepada itikad baik, kemudian dorongan atasan," kata Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Donald Fariz, di Kantor KPU RI, Jakarta, Rabu (30/01/2019).

 

Donald membandingkan dengan LHKPN di Kementerian dan Lembaga yang memang langsung dapat ditegur langsung oleh Menteri, Sedangkan untuk DPR semakin sulit karena tidak ada atasan langsung dari anggota DPR RI secara struktural untuk memberikan sanksi, dan memberikan hukuman ketika dia tidak melaporkan LHKPN.


Donald menegaskan bahwa perlu perubahan aturan dalam UU yang memberikan sanksi. LHKPN mandek karena hanya mengharapkan itikad baik dari objek wajib LHKPN.

 

"Jadi menurut saya dua isu penting LHKPN adalah sanksi ketika tidak dilaporkan, kedua sanksi pelaporan itu dengan sengaja tidak melaporkan secara benar,"ujarnya.


Menanggapi itu Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Bambang Soesatyo mengatakan sudah memberikan imbauan agar anggota segera menyerahkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara atau (LHKPN). Bambang mengatakan LHKPN anggota DPR biasanya serahkan bersamaan dengan pembayaran pajak. 


"Sepanjang yang kami ketahui LHKPN dilaporkan pada saat jabatan mulai dan ketika jabatan berakhir tetapi DPR, pimpinan DPR telah bertekad sejak saya memimpin DPR ini sudah kita imbau semua bahwa pelaporan LHKPN perubahan LHKPN itu dilakukan bersamaan dengan pelaporan pajak," kata Bambang Soesatyo di gedung DPR, Jakarta, Rabu (30/01/2019).


"Karena dua hal itu selalu bersesuaian kalau ada kenaikan di LHKPN pasti ada kenaikan di wajib pajak," sambungnya.


Bamsoet mengaku sudah mengintruksikan para pimpinan fraksi agar selalu mengingatkan anggotanya untuk segera melakukan perubahan LHKPN bila ada.


Sebelumnya KPK mengatakan tingkat kepatuhan pelapor LHKPN mencapai 52 persen. Dari total tersebut DPR menduduki posisi terendah dalam kepatuhan penyerahan LHKPN. Anggota yang patuh menyerahkan laporan hanya sebesar 12,95 persen.


Pengajar Hukum Pidana STH Indonesia Jentera Miko Ginting mendorong KPK mensyaratkan pelaporan harta kekayaan sebagai syarat pencalonan legislatif. 


"Tidak cukup hanya sanksi administratif ya, seperti UU tadi kalau itu direvisi jadi konsekuensinya bisa. Misalnya, dikontekskan pada ketidaktaatan menjalankan kewajiban. Semua itu sudah ada di KUHP, tapi memang ada dualisme pemikiran apakah itu berlaku juga untuk pelaporan, yang sifatnya seperti laporan harta kekayaan. Saya kira itu mekanisme paksa yang cukup penting, karena itu kita bukan memaksa perorangan untuk kemudian melaporkan harta kekayaan, tetapi itu bentuk dari pertanggungjawaban posisi dan integritas dari jabatan publik," Kata Miko saat dihubungi KBR, Kamis (24/1/2019).

Salah satu kementerian yang mendapat penghargaan karena kepatuhan melaporkan LHKPN karena menerapkan sanksi. Menurut juru bicara kementerian ESDM, Agung Pribadi, instansinya membuat aturan sendiri agar para Wajib Lapor (WL) mengikuti aturan yang berlaku.

"Lembaga yang paling patuh untuk menyampaikan LHKPNnya hampir 100 persen, kemudian mendapatkan penghargaan. Kenapa dapat penghargaan, karena pimpinan kita konsen untuk memenuhi kewajiban-kewajibannya, termasuk adalah laporan LHKPN bahkan kementerian mengeluarkan peraturan menteri yang mewajibkan semua pegawai melaporkan hasil kekayaan negaranya ke KPK. Kalau ada yang tidak patuh maka kemudian dikenakan sanksi. Kenaikan pangkatnya ditunda salah satunya mungkin," ujar Agung, saat dihubungi KBR, Kamis (24/01/2019).


Hingga Desember 2018, KPK mencatat hanya 63,34 persen penyelenggara negara yang menyerahkan laporan harta kekayaannya, dari total 304.646 orang yang yang seharusnya menyerahkan.  Dari legislatif, KPK baru menerima 24,62 persen dari 18.224 orang. Untuk DPR, tingkat kepatuhan anggota   menyerahkan LHKPN hanya 21,42 persen. Atau, 115 anggota DPR yang melapor dari total 537 anggota DPR.

Editor: Rony Sitanggang

  • Laporan LHKPN
  • Bambang Soesatyo

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!