NASIONAL

Jaksa Agung Pertimbangkan Deklarasi Damai dalam Pengusutan Peristiwa Talangsari

Jaksa Agung Pertimbangkan Deklarasi Damai   dalam Pengusutan Peristiwa Talangsari

KBR, Jakarta-   Jaksa Agung HM Prasetyo menyebut deklarasi damai yang dilakukan Tim Terpadu Penanganan Dugaan Pelanggaran HAM Berat Kemenko Polhukam bersama dengan pemerintahan daerah Lampung Timur, bakal menjadi pertimbangan Kejaksaan Agung dalam mengusut peristiwa pelanggaran HAM Talangsari. Meski tak menjelaskan pertimbangannya tentang deklarasi damai tersebut, Prasetyo menjamin Kejaksaan Agung tetap serius mengusut kasus Talangsari, yang buntu sejak terjadi 30 tahun lalu.

Ia berkata, Kejaksaan Agung masih menunggu berkas penyelidikan kasus Talangsari, yang sebelumnya dikembalikan pada Komnas HAM.

"Nanti akan diperiksa secara komprehensiflah. Semuanya, bukan hanya Talangsari. Kita akan cek, dan selama ini sudah dilakukan pendalaman itu. Tentunya, instansi pertama yang menangani itu adalah Komnas HAM, karena mereka yang punya kewenangan melakukan penyelidikan. Justru itu jadi pertimbangan, ada perkembangan baru kan. Ini satu hal yang mungkin akan jadi pertimbangan nanti," kata Prasetyo di Jakarta Convention Center, Rabu (27/02/2019).


Prasetyo berkata, Kejaksaan Agung masih menunggu hasil penyelidikan dan bukti permulaan Komnas HAM. Jika semua unsur terpenuhi, kata prasetyo, Kejaksaan Agung akan melimpahkannya ke tahap penyidikan.


Pekan lalu, Tim Terpadu Penanganan Dugaan Pelanggaran HAM Berat Kemenko Polhukam dan pemerintahan daerah Lampung Timur menggelar deklarasi damai atas kasus pelanggaran HAM Talangsari. Deklarasi tersebut diprotes keluarga korban dan Komnas HAM. Komnas HAM menilai Kemenkopolhukam mengabaikan proses hukum yang sedang diupayakan untuk mengusut peristiwa Talangsari.

Anggota Paguyuban Keluarga Korban Talangsari Lampung (PK2TL) Edi Arsadat menilai, deklarasi damai  tragedi Talangsari yang digelar oleh Tim Terpadu Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Kemenkopolhukam) 20 Februari lalu telah menyakiti hati korban Talangsari. Edi mengungkapkan, para korban kecewa karena justru tak diundang dan tak tahu menahu mengenai deklarasi ini.

Ia menyesalkan, deklarasi ini justru dihadiri oleh warga Talangsari, tanpa melibatkan satupun korban. Ia khawatir, deklarasi damai ini merusak prinsip hak-hak korban agar tragedi ini bisa diselesaikan secara hukum.

"Saya juga dari korban tidak paham apa maksudnya membuat deklarasi damai dengan warga Talangsari, bukan korban. Sedangkan korban sendiri tidak diajak dalam pertemuan itu. Padahal kalau menurut kami sih seharusnya dibentuknya tim itu salah satu harapan bagi korban untuk mendapatkan keadilan. Tapi sebaliknya dengan adanya deklarasi ini malah menyakiti hati korban," kata Edi saat dihubungi KBR, Senin (25/02/19).


Edi mengatakan, korban Talangsari berharap Kejaksaan Agung segera menindaklanjuti hasil penyelidikan Komnas HAM dan mengungkap kasus pelanggaran HAM secara hukum. Ia menambahkan, korban akan tetap menagih pengungkapan tragedi Talangsari  sebab hal tersebut juga telah tertuang di program nawacita Presiden Jokowi.

Peristiwa Talangsari terjadi pada 7 Februari 1989. Ada beberapa versi jumlah korban terkait penyerbuan aparat ke  Dusun Talangsari III, Desa Rajabasa Lama, Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur (dulu Kabupaten Lampung Tengah). Sebagian menyebut puluhan, lainnya mengatakan korban jiwa mencapai seratusan orang.


Peristiwa penyerbuan aparat dipicu tewasnya Danramil Way Jepara Kapten Soetiman saat  datang ke tempat itu. Kedatangannya menuai amarah lantaran dianggap ingin menangkap pemimpin kelompok tersebut Warsidi. Komandan Korem (Danrem) 043 Garuda Hitam Lampung Kolonel AM Hendropriyono lantas mengambil tindakan tegas hingga mengakibatkan jatuhnya korban jiwa.


 Editor: Rony Sitanggang

  • AM Hendropriyono
  • talangsari
  • Pelanggaran HAM berat masa lalu

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!