BERITA

Kena Semprit BPOM, Produsen Viostin DS 'Talak' Perusahaan Pemasok dari Spanyol

Kena Semprit BPOM, Produsen Viostin DS 'Talak' Perusahaan Pemasok dari Spanyol

KBR, Jakarta - Perusahaan farmasi PT Pharos Indonesia memutuskan hubungan kerjasama dengan perusahaan pemasok bahan baku obat dari Spanyol.

Keputusan 'talak' tersebut diambil setelah PT Pharos mendapat informasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengenai temuan kandungan DNA babi dalam chondroitin sulfate, yang menjadi bahan baku Viostin DS.

Direktur Korporat Komunikasi PT Pharos Ida Nuratika mengatakan kini perusahaannya tidak ada hubungan lagi dengan perusahaan pemasok tersebut.

"Begitu kami dapat informasi dari BPOM, di saat yang hampir bersamaan, kami langsung memutus hubungan kerjasama dengan pemasok tersebut. Jadi kami sudah tidak ada lagi hubungan dengan pemasok itu. Karena di sini, kami merasa sudah dirugikan," kata Ida dalam jumpa pers di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (6/2/2018).

Ida mengatakan pada November 2017, BPOM memberi informasi bahwa ada temuan kandungan babi dalam sejumlah produk Viostin DS. Setelah mereka telusuri, kandungan tersebut terdapat di bahan baku.

PT Pharos Indonesia, kata Ida, semula heran dengan temuan tersebut. Padahal, perusahaan itu sudah menjalin kerjasama dengan pemasok asal Spanyol sejak tahun 2005. 

Ida mengklaim temuan kandungan DNA babi dalam Viostin DS baru kali ini terjadi. Sebab, sebelumnya bahan baku obat itu berasal dari kandungan sapi.

Baca juga:

Ida enggan menyebut nama perusahaan pemasok itu. Alasannya, sampai saat ini, PT Pharos dan perusahaan pemasok itu masih menelusuri penyebab tercemarnya bahan baku obat Viostin DS.

"Bahan baku chondroitin sulfate ini kami peroleh dari pemasok yang telah memiliki Halal Certification Service," kata Ida.

Ida memastikan, PT Pharos sudah melakukan penarikan produk, proses produksi, dan promosi Viostin DS sejak November 2017. Namun penyelesaian proses penarikan produk membutuhkan waktu sekitar tiga bulan lagi.

PT Pharos memproduksi sekitar 50 sampai 100 ribu boks Viostin DS setiap bulan, dan disebar ke seluruh wilayah di Indonesia. 

Sampai saat ini, kata Ida, diperkirakan 70 persen produk Viostin DS sudah ditarik dari pasaran. Hanya kendalanya, mereka kesulitan menarik produk tersebut dari toko-toko kecil.

"Di Pulau Jawa sudah hampir semua ditarik," kata Ida.

Ida juga mengimbau konsumen yang masih memiliki obat Viostin DS agar mengembalikan obat itu ke outlet tempat mereka membeli atau menghubungi layanan pelanggan di nomor 08111666973 atau 085776252272. Nantinya, PT Pharos akan mengganti rugi pengembalian obat tersebut.

Meski mengaku rugi, Ida enggan menyebutkan jumlah kerugian ekonominya. Dia berdalih, saat ini, PT Pharos hanya fokus untuk mengembalikan membuat konsumen merasa nyaman.

"Kami tidak fokus di kerugian. Tetapi bagaimana kita bisa memberikan kenyamanan konsumen," kata dia.

PT Pharos belum menentukan apakah akan memproduksi kembali produk Viostin DS atau mengganti nama. Yang jelas, kata Ida, perusahaannya kini sedang berupaya menjalin kerjasama dengan pemasok dari negara lain, yaitu dari Brazil.

Sebelumnya, BPOM menjatuhkan sanksi keras kepada dua produsen obat. Salah satu produsen itu adalah PT Pharos Indonesia, yang memroduksi Viostin DS.

Sanksi itu berupa penarikan dua produk itu dari peredaran, sekaligus pencabutan nomor izin edar (NIE) dua perusahaan itu. 

Kepala BPOM RI Penny Kusumastuti Lukito mengatakan, sanksi muncul setelah BPOM menemukan kandungan DNA babi dalam dua produk kesehatan itu. 

"Sudah dilakukan rangkaian penarikan untuk memperbaiki proses produksinya," kata Penny kepada wartawan di Kantor BPOM RI Jakarta Pusat, Senin (5/2/2018).

Baca juga:

Editor: Agus Luqman 

  • BPOM
  • DNA babi
  • sertifikat halal
  • pengawasan obat dan makanan
  • pengawasan obat
  • obat halal
  • farmasi
  • PT Pharos Indonesia

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!