HEADLINE

Yasonna: Saya Belum Tolol Untuk Rintangi Penyidikan

Yasonna: Saya Belum Tolol Untuk Rintangi Penyidikan

KBR, Jakarta - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (MenkumHAM) Yasonna Laoly membantah ada konflik kepentingan sekaligus upaya merintangi penyidikan, terkait pernyataannya mengenai keberadaaan tersangka buronan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Harun Masiku. 

Yasonna berdalih, pernyataannya mengenai keberadaan politikus PDIP - yang disangka terseret kasus suap Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024 tersebut - karena kesalahan teknis pada server keimigrasian.

"Tidak ada, saya pastikan tidak ada (merintangi penyidikan). Ada memang kesalahan data karena memang kesalahan teknis. Karena kan sistem kami, sistem informasi keimigrasian itu versi pertama yang dibuat pada 2008. Sebetulnya sudah beberapa tahun yang lalu kami terus meng-update, terakhir ini yang Terminal 3 sudah, Terminal 2F itu masih ada pelatihan-pelatihan bulan Desember itu, maka data mereka itu tidak langsung masuk ke server," kata Yasonna usai mengisi kuliah umum di Sekolah Tinggi Teologi (STT) Jakarta, Senin (27/1/2019).

Yasonna pun meminta untuk membentuk tim independen guna menyelidiki kesalahan data dari keimigrasian tersebut.

"Nah untuk itu saya sudah meminta membentuk tim independen, dari Cyber Crime Polri, dari Kementerian Kominfo, dari Badan Sandi dan Siber Nasional, kemudian Ombudsman, supaya fair, membuat penelitian independen tentang mengapa itu terjadi, supaya jangan dari saya. Nanti, oh Pak Menteri bikin-bikin aja tuh, bohong. Saya pikir, saya belum terlalu tolol untuk melakukan separah itu," pungkasnya.

Sebelumnya, MenkumHAM Yasonna Laoly memberikan informasi yang keliru kepada masyarakat terkait keberadaan tersangka Harun Masiku yang disebutnya masih berada di luar negeri. Padahal Harun Masiku sudah ada di Indonesia sejak 7 Januari 2020, sehari sebelum Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan KPK terhadap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

Dituding Rintangi Penyidikan

Sebelumnya, Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi yang terdiri dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBH), Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) dan institusi lainnya meminta Presiden Joko Widodo memberhentikan Yasonna Laoly sebagai MenkumHAM. 

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menjelaskan, Yasonna - yang merupakan kader sekaligus pengurus PDI Perjuangan - diduga melakukan obstruction of justice atau merintangi penyidikan. Hal itu terkait informasi keberadaan Harun Masiku, tersangka kasus suap Pergantian Antar Waktu (PAW) anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan. 

Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi pun melaporkan dugaan merintangi penyidikan itu kepada pihak pengaduan masyarakat di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (23/1/2020) ini.

"Hari ini kita bersama Masyarakat Sipil Antikorupsi melaporkan saudara Yasonna Laoly selaku MenkumHAM atas dugaan menghalangi proses hukum atau obstruction of justice yang diatur dalam Pasal 21 UU Tipikor dengan ancaman hukumannya 12 tahun penjara. Dalam konteks kasus suap PAW anggota DPR dalam hal ini tersangka Harun Masiku. Jadi kita melihat ada keterangan tidak benar disampaikan oleh Yasonna Laoly," ucap Kurnia di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, pada (23/1/2020).

Laporan tersebut sekaligus merupakan tindak lanjut dari pernyataan MenkumHAM Yasonna Laoly yang menyebut Harun Masiku meninggalkan Indonesia menuju Singapura, pada 6 Januari 2020, dan belum kembali ke Indonesia. Pernyataan itu disampaikan Yasonna pada 16 Januari 2020 di LP Cipinang, Jakarta.

"Tapi data Tempo menyebutkan tanggal 7 Januari sebenarnya Harun Masiku sudah kembali ke Indonesia tapi tidak ditindak lanjuti oleh KemenkumHAM. Dan baru kemarin mereka menyebutkan berbagai alasan, ada sistem yang keliru dan lain-lain. Karena ini sudah masuk ke penyidikan pertanggal 9 Januari kemarin harusnya tidak menjadikan hambatan lagi bagi KPK untuk segera menindak Yasonna dengan pasal 21 tersebut," tegas Kurnia.

Koalisi yakin ada pihak-pihak tertentu yang ingin menggeser isu hukum kasus Tipikor ini ke wilayah politis. Serta, membuat KPK mengalami resistensi yang cukup tinggi. Misalnya saat KPK gagal menyegel kantor DPP PDI Perjuangan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat.  

Editor: Fadli Gaper

  • Yasonna Laoly
  • Harun Masiku

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!