BERITA

Tolak Plt Gubernur dari Polri, Fahri Hamzah Minta Mendagri Berdayakan PNS Eselon I

""Di Pemda itu banyak pejabat Eselon 1 yang bisa diberdayakan. Begitu juga di Kementerian juga banyak Eselon 1 yang bisa diberdayakan. Di Setneg dan Setkab juga ada banyak Deputi," kata Fahri Hamzah."

Tolak Plt Gubernur dari Polri, Fahri Hamzah Minta Mendagri Berdayakan PNS Eselon I
Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah. (Foto: dpr.go.id/Publik Domain)

KBR, Jakarta - Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah mengkritik sikap Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo yang mengusulkan dua pejabat perwira tinggi Polri menjadi Pelaksana tugas (Plt) Gubernur Jawa Barat dan Sumatera Utara.

Usulan Mendagri itu untuk mengisi kekosongan kursi gubernur di Provinsi Jawa Barat dan Sumatera Utara, menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2018. Pemilihan perwira tinggi Polri dengan alasan untuk mengantisi keamanan di daerah rawan Pilkada.

Fahri Hamzah mengatakan kerawanan Pilkada tidak bisa dijadikan alasan oleh Mendagri untuk menunjuk perwira tinggi Polri sebagai Plt Gubernur. Jika satu daerah dianggap rawan saat Pilkada, kata Fahri, justru semestinya kepala daerah harus dijaga agar netral dan independen. 

Apalagi, Fahri menyebut salah satu bakal calon Wakil Gubernur Jawa Barat yaitu Anton Charliyan berasal dari Kepolisian. Ia pun menyarankan Presiden Joko Widodo menolak usulan Mendagri itu.

"Di satu sisi Pemerintah ingin mengantisipasi keamanan, di sisi lain publik mencemaskan adanya tindakan yang tidak netral dari aparat. Kita bahwa Polri atau TNI punya jalur komunikasi yang sangat efektif. Saya kira begini, Pemerintah harus datang ke DPR dengan penjelasan yang komprehensif. Betulkah tidak ada pelanggaran Undang-undang?" kata Fahri di Komplek Parlemen RI, Jumat (26/1/2018).

Baca juga:

Sebaiknya PNS

Fahri mengatakan, penunjukan perwira tinggi Polri menjadi Plt Gubernur bisa menimbulkan kecemburuan dari unsur Tentara Nasional Indonesia (TNI). Ia menyarankan agar Plt Gubernur Jawa Barat dan Sumatera Utara berasal dari unsur Pegawai Negeri Sipil (PNS).

"Di Pemda itu banyak pejabat Eselon 1 yang bisa diberdayakan. Begitu juga di Kementerian juga banyak Eselon 1 yang bisa diberdayakan. Di Setneg dan Setkab juga ada banyak Deputi," kata Fahri.

Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sebelumnya mengusulkan dua perwira tinggi Polri berpangkat inspektur jenderal untuk mengisi kekosongan kursi gubernur di Provinsi Jawa Barat dan Sumatera Utara. 

Asisten Operasi Kapolri, M Iriawan diusulkan menjadi Plt Gubernur Jawa Barat menggantikan Ahmad Heriyawan yang akan lengser 13 Juni mendatang. Sedangkan, Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Martuani Sormin sebagai Plt Gubernur Sumatera Utara menggantikan Tengku Erry Nuradi yang berakhir masa jabatan pada 17 Juni 2018.

Usulan itu masih menunggu persetujuan dari Presiden melalui Keputusan Presiden (Keppres). 

Pada Pilkada 2018, terdapat 17 provinsi yang akan menggelar pemilihan gubernur. Sebanyak 12 provinsi di antaranya berakhir masa jabatan pada 2018 dan lima provinsi berakhir masa jabatan 2019. 

Provinsi yang kepala daerahnya berakhir masa jabatan pada 2018 antara lain:

  1. Kalimantan Barat (14 Januari 2018), 
  2. Sulawesi Tenggara (18 Februari 2018),
  3. Sulawesi Selatan (8 April 2018), 
  4. Papua (9 April 2018),
  5. Jawa Barat (13 Juni 2018), 
  6. Sumatera Utara (17 Juni 2018), 
  7. NTT (16 Juli 2018), 
  8. Jawa Tengah (23 Agustus 2018), 
  9. Bali (29 Agustus 2018), 
  10. NTB (17 September 2018),
  11. Sumatera Selatan (7 November 2018),
  12. Kalimantan Timur (17 Desember 2018).

Sedangkan provinsi, dimana gubernur berakhir masa jabatan pada 2019 adalah:

  1. Riau (19 Februari 2019),
  2. Jawa Timur (12 Februari 2018), 
  3. Maluku (10 Maret 2018), 
  4. Lampung (2 Juni 2019), dan 
  5. Maluku Utara (6 Juni 2019).

Editor: Agus Luqman 

  • #Pilkada2018
  • Pilkada 2018
  • Pilkada serentak 2018
  • pilkada serentak
  • Pilkada Jawa Barat 2018

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!