HEADLINE

RUU Pemberantasan Terorisme, Ini Penjelasan Panglima Terkait Pelibatan TNI

RUU Pemberantasan Terorisme, Ini Penjelasan Panglima Terkait Pelibatan TNI

KBR,Jakarta- Panglima TNI, Hadi Tjahjanto mengirimkan surat usulan kepada anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dilibatkan secara langsung dalam penanggulangan terorisme. Dalam surat tersebut panglima meminta aturan yang mewadahi peran TNI.

"Kita memiliki kewajiban untuk ikut serta dalam kaitannya adalah penanggulangan teroris. Sehingga saya berkirim surat untuk mengajukan permohonan supaya tugas TNI juga bisa diwadahi. RUU berhubungan tentang undang-undang nomor 15 tahun 2003 tentang Tindak Pidana Terorisme itu berjudul adalah perbantuan tindak pidana terorisme, dan keinginan kita, yang kita  ubah menjadi penanggulangan aksi terorisme, dengan memasukkan satu pasal untuk mewadai kepentingan tugas dan peran TNI," ujar Hadi kepada wartawan di Mabes TNI, Rabu (24/01/2018).


Hadi mengatakan penanggulangan teror tidak hanya menjadi tanggung jawab kepolisian, akan tetapi semua elemen yang ada di negara. Dia meminta   anggota dewan untuk melibatkan secara langsung anggotanya.


"TNI juga punya kemampuan untuk menanggulangi permasalahan tindak terorisme, kami punya tiga matra yakni komando air, laut dan darat sehingga TNI sangat mampu untuk ikut dalam penanggulangan teroris." ujar Hadi.

Hadi meminta agar permohonan tersebut tidak  diangap sebagai persaingan antar polri dan TNI. Dia   mengatakan u  sudah berbicara langsung dengan Kapolri.

"(Tidak akan tumpang tindih?) Itu nanti dalam pembahasan, yang jelas nanti TNI dan Polri sama-sama punya tanggung jawab. (Sudah koordinasi dengan kapolri?) Ini sudah bergulir, sudah ada RUU, kami mencoba menulis surat permohonan karena tugas kami ada di dalamnya untuk penanggulangan terorisme sehingga saya menulis surat untuk bisa memasukkan peran TNI untuk penanggulangan terorisme," ujar Hadi.

Sementara itu Peneliti Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial Universitas Indonesia, Solahudin menganggap keterlibatan TNI dalam penanganan kasus terorisme di Indonesia   harus dibatasi. Sebab kata dia, penanganan kasus terorisme menggunakan pendekatan penegakan hukum.


Solahudin berpendapat TNI dapat terlibat jika serangan terorisme atau ancaman terorisme yang ada telah melampaui kapasitas polisi, seperti penanganan kasus di Poso.


"Atau misalkan sekarang yang terjadi, contohnya kasus Poso, di Poso kan polisi tidak punya kapasitas untuk melakukan gerilya hutan. Karena memang polisi tidak punya kapasitas, tidak punya institusi yang mampu melakukan itu, dibantu sama polis.Tapi tidak bisa kalau tiba-tiba tentara ikut ngangkat itu. Sudah di luar mandat undang-undang itu sendiri yang secara tegas menegaskan bahwa terorisme merupakan tindak pidana, nah kalau ngomong tindak pidana ya polisi yang punya kapsitas," ujar Solahudin saat dihubungi KBR, Rabu (24/01).


Solahudin  menjelaskan, meskipun secara kuantitas saat ini serangan teror kasusnya meningkat, namun dari segi kualitas  cenderung  turun. Jika pada tahun 2000 kecenderungan aksi teror menggunakan bom mobil, pada 3 tahun belakangan ini, aksi teror menggunakan bom skala kecil seperti bom panci. 


Solahudin   menganggap  proses penegakan hukum tindak pidana terorisme di Indonesia sudah cukup baik, termasuk proses pencegahan. Dia mencontohkan, tahun lalu meskipun terjadi 5 aksi teror, namun tercatat terdapat 15 rencana serangan teror yang berhasil digagalkan oleh polisi. Karena itu   Solahudin tidak melihat ada kebutuhan   untuk melibatkan TNI dalam penanganan kasus terorisme.

Editor: Rony Sitanggang

 

  • ISIS
  • ancaman terorisme
  • Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!