HEADLINE

Pemerintah Klaim Penanganan KLB di Asmat sudah 90 Persen

Pemerintah Klaim Penanganan KLB di Asmat sudah 90 Persen

KBR, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK), Puan Maharani mengklaim pemerintah telah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) untuk percepatan peningkatan kesejahteraan di Papua dan Papua Barat. 

Puan mengatakan salah satu fokus dari Perpres itu adalah penanganan Kejadian Luar Biasa (KLB) gizi buruk dan penyakit campak di Kabupaten Asmat.

"Dengan keluarnya Inpres tersebut kami akan mengintegrasikan semua kementerian dan lembaga untuk bisa ikut terlibat mengintervensi semua kegiatan yang berkaitan kesejahteraan masyarakat di Papua dan Papua Barat," kata Puan di Kantor Kemenko PMK, Jakarta, Rabu (31/1/2018).

Dalam penanganan KLB di Asmat, kata Puan, pemerintah fokus mengatasi empat hal yakni kesehatan, sosial budaya, insfratuktur dan tata kelola Pemerintahan. Empat hal tersebut ditangani melalui sinergi seluruh Kementerian dan lembaga terkait.

"Harus ada sinergi. Sesuai arahan Presiden ditugaskan tim terpadu untuk membawa bantuan, bukan hanya di tingkat kabupaten tapi hingga ke distrik-distrik," kata Puan.

Tim terpadu itu, kata Puan, sudah turun membawa bantuan langsung ke masyarakat di Kabupaten Asmat dan wilayah-wilayah terindikasi mengalami gizi buruk. Ia mengklaim 90 peran yang direncanakan Pemerintah telah berjalan.

Menurut Puan, mengatasi masalah di Papua berbeda dengan di Jawa, Sumatera dan daerah lainnya. Ia menyebut perlu ada pendekatan khusus untuk bisa mengintervensi kesejahteraan di Papua, karena kendala letak geografis, perilaku masyarakat, gaya hidup, dan pendidikan. Percepatan kesejahteraan di Papua tak bisa dilakukan sendiri-sendiri.

Baca juga:

Akses kesehatan terabaikan

Lembaga kemanusiaan Papua Honai Center menyebut dana otonomi khusus Papua selama ini tidak membawa banyak perubahan bagi kualitas pelayanan kesehatan maupun pendidikan di provinsi Papua. 

Penanggungjawab Honai Center Basilius Triharyanto mengatakan banyak fasilitas kesehatan dibangun tanpa perencanaan yang baik. Akibatnya, pemanfaatan dana otonomi khusus selama ini tidak berjalan optimal.

"Pelayanan kesehatan dan pendidikan sudah sekian lama terabaikan dan tidak ada yang mengerjakan. Dulu ada pembangunan Puskesmas. Cuma tidak terencana baik. Dibangun agak jauh dari warga. Setelah dibangun ditinggalkan begitu saja, tidak dihuni dengan manajemen yang baik. Setelah dibangun, ya sudah ditinggal. Dokter tidak ada, perawat tidak ada," kata Basilus saat dihubungi KBR, Selasa (30/1/2018).

Pengawasan pemerintah pusat ke akses kesehatan di Papua, kata Basilius, selama ini masih lemah. Selain fasilitas kesehatan yang terbengkalai, salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Papua pernah membangun gedung pemerintahan di pelosok. Namun bangunan itu kemudian juga terbengkalai tak terpakai.

Kejadian di Kabupaten Asmat, kata Basilius Triharyanto, ujar dia semestinya menjadi tamparan bagi pemerintah pusat maupun daerah. Sebelum kejadian gizi buruk dan wabah campak di Asmat baru-baru ini, beberapa kasus kesehatan juga sudah terjadi. 

Pada 2015 silam, puluhan bayi meninggal terserang virus pertusis. Disusul pada Agustus 2017 juga belasan bayi di Deiyai meninggal dalam kurun waktu satu bulan.

Pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintahan Joko Widodo pun selama ini masih terpusat pada akses jalan untuk kegiatan ekonomi. Padahal, kata Basilius, saat ini juga mendesak infrastruktur agar masyarakat lebih mudah mengakses kesehatan dan pendidikan.

"Orang Papua melihat persoalan kesehatan itu persoalan HAM yang harus dipenuhi. Tapi tidak terpenuhi sampai hari ini. Ada konteks lebih besar dari dana otonomi khusus, yakni persoalan kepercayaan," kata Basilius.

Baca juga:

Editor: Agus Luqman 

  • akses kesehatan di Papua
  • gizi buruk di Papua
  • kasus gizi buruk Kabupaten Asmat
  • Kabupaten Asmat
  • Kabupaten Asmat Papua

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!