BERITA

'Semua Harus Paham, Kalau Tidak Imunisasi dan Kena Difteri, Bisa Mati'

'Semua Harus Paham, Kalau Tidak Imunisasi dan Kena Difteri, Bisa Mati'

KBR, Jakarta - Kasus difteri masih terus muncul di Provinsi Jawa Timur, yang merupakan salah satu dari daerah terparah penyebaran difteri di Indonesia dan berstatus Kejadian Luar Biasa atau KLB. 

Dinas Kesehatan Jawa Timur mencatat masih terus ada penambahan pasien suspek difteri dari berbagai daerah seperti Mojokerto, Madiun, Pasuruan, Blitar dan Surabaya. 

Kepala Dinas Kesehatan Jawa Timur Kohar Santoso mengatakan pemerintah daerah saat ini masih terus berusaha menghentikan penyebaran difteri melalui program Outbreak Response Immunization (ORI) atau imunisasi ulang pascapenetapan status KLB difteri. Namun imunisasi masih menunggu kiriman vaksin dari Kementerian Kesehatan.

"Setelah dilakukan penyelidikan epidemiologi di kabupaten dan kota, kesimpulannya secara menyeluruh dilakukan ORI. Supaya tidak ada blankspot. Supaya merata semua," kata Kohar kepada KBR, Kamis (4/1/2018).

Kohar Santoso mengatakan imunisasi ulang akan dilakukan terhadap sekitar 10,7 juta warga Jawa Timur yang berusia di bawah 19 tahun. Kohar mengatakan menurut rencana kiriman vaksin anti difteri akan tiba pekan depan. 

Sambil menunggu kiriman vaksin, saat ini program sosialisasi sedang dilakukan agar pemberian imunisasi berlangsung maksimal. 

"Supaya semua paham kalau kena difteri itu komplikasinya bisa mati. Makanya harus imunisasi," kata Kohar.

Dalam tiga bulan terakhir kasus difteri merebak di berbagai tempat di Indonesia.  Hingga kini penyebaran penyakit menular itu sudah terjadi di 30 provinsi. Jumlah kasus difteri mencapai hampir 1000 orang dengan korban tewas mencapai lebih dari 40 orang. Ini merupakan kasus difteri terbesar di dunia.

Baca juga:

Jawa Barat

Hingga awal 2018, paparan penyakit difteri juga terus bertambah di Jawa Barat, salah satu daerah berstatus KLB difteri. Sampai 2 Januari 2018, kasus difteri mencapai 222 kasus. Padahal pada akhir 2017 jumlahnya hanya 116 orang, dengan angka kematian 13 orang.

Purwakarta menjadi daerah tertinggi kasus penyakit difteri di Jawa Barat.

Kepala Seksi Surveillans dan Pencegahan Penyakit Dinas Kesehatan Jawa Barat Yus Ruseno mengatkan meningkatnya kasus difteri selain karena memang penularan bakteri berlangsung cepat, juga karena warga menyikapi difteri dengan kewaspadaan lebih. 

"Orang sudah mulai mengenal difteri. Sedikit-sedikit takut difteri, kemudian dokternya juga sama, 'jangan-jangan pasien terjangkit difteri'. Sehingga sekarang setiap kasus yang dilaporkan difteri diverifikasi dulu oleh tim ahli yang dibentuk oleh pusat. Harus dikirim fotonya, keterangan klinisnya, apakah masuk kriteria difteri atau tidak," kata Yus Ruseno kepada KBR, Selasa (2/1/2018). 

Yus Ruseno mengatakan keberadaan tim verifikasi dugaan penyakit difteri itu untuk mencegah peningkatan kasus penyakit serupa tersebut bercampur dengan penyakit biasa lain seperti influenza serta batuk pilek, karena kemungkinan diagnosa tidak akurat. 

Yus menjelaskan untuk mengantisipasi meluasnya penyebaran penyakit difteri di Jawa Barat akan melakukan Outbreak Response Immunization (ORI) di delapan daerah di Jawa Barat, seperti Bandung, Sukabumi dan Ciamis. Setelah itu, program ORI ditargetkan bisa dilakukan menyeluruh di 23 kabupaten kota di Jawa Barat, sesuai perintah Kementerian Kesehatan.

Persediaan vaksin difteri, kata Yus, mencapai ribuan vial dan dianggap cukup. Sedangkan mengenai ketersediaan obat antidifteri (Anti Difteri Serum/ADS) berada di Kementerian Kesehatan, dan hanya diberikan kepada pasien yang positif terkena difteri.

Baca juga:

Editor: Agus Luqman 

  • KLB Difteri
  • wabah difteri
  • difteri
  • Anti Difteri Serum
  • vaksin difteri
  • penanganan difteri
  • wabah difteri Banten
  • imunisasi DPT
  • imunisasi ulang difteri
  • Outbreak Response Immunization (ORI)
  • imunisasi difteri

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!