NASIONAL
(QnA) Pencabutan Nama Soeharto dari TAP MPR Dikhawatirkan Lemahkan Pemberantasan KKN
"Upaya-upaya untuk kemudian menghapuskan nama Soeharto merupakan bahasa lain dari upaya untuk mencuci dosa itu"

KBR, Jakarta- LSM Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai pencabutan nama Presiden Kedua RI, Soeharto dari Ketetapan MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) sebagai upaya mencuci dosa Soeharto.
Koordinator Kontras Dimas Bagus Arya juga menilai keputusan ini sarat kepentingan politik. Ia khawatir, keputusan ini akan melemahkan upaya pemberantasan KKN di tanah air.
Berikut wawancara jurnalis KBR Astri Septiani dengan Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Dimas Bagus Arya.
KBR: Terkait dicabutnya nama Soeharto dari TAP MPR soal KKN ada juga wacana pemberian gelar pahlawan bagaimana pendapat anda dan apa implikasi dari keputusan ini?
Dimas Bagus Arya KontraS: "Yang bisa digarisbawahi dari pencabutan nama Soeharto dalam TAP MPRS tentu adalah upaya setengah hati ke depan untuk kemudian dapat menanggulangi korupsi, kolusi, dan nepotisme. Karena seperti kita tahu tren atau indeks persepsi korupsi dalam lima tahun terakhir kan cukup stagnan dan semakin mengarah pada regresi atau penurunan. Dan ke depan kita juga bisa prediksi bahwa mungkin upaya dalam pencegahan tindakan korupsi dan juga upaya-upaya dalam melakukan pemberantasan korupsi, kolusi, nepotisme itu akan semakin lemah. Dan juga dipertunjukkan oleh elite politik hari ini dengan melakukan pencabutan nama secara simbolik gitu ya kepada orang yang telah melakukan kerugian negara selama 32 tahun menjabat sebagai presiden. Upaya-upaya untuk kemudian menghapuskan nama Soeharto merupakan bahasa lain dari upaya untuk mencuci dosa itu karena lagi-lagi yang perlu dipertimbangkan bahwa bangsa ini juga bukan melulu soal permasalahan hukum tapi juga ada permasalahan sejarah. Kita jangan sampai pada sejarah kita juga tidak boleh tutup mata terhadap dosa-dosa kelam di masa lalu yang itu juga harus menjadi pegangan untuk memahami masa depan yang lebih baik," kata Dimas kepada KBR (27/09/24).
KBR: Lantas apa dorongan Yang disuarakan oleh teman-teman masyarakat sipil?
Dimas Bagus Arya KontraS: Kami rasa perlu meningkatkan MPR. Karena lagi-lagi majelis permusyawarah rakyat dibentuk oleh kuasa rakyat, dipilih oleh masyarakat sehingga masyarakat bisa memberikan dorongan jikalau memang ternyata masyarakat masih peduli terhadap penegakan korupsi, kolusi, nepotisme di Indonesia saya rasa masyarakat Indonesia harus memberikan dorongan harus memberikan masukan kepada majelis permusyawaratan rakyat. Supaya bisa mempertimbangkan kembali gitu ya soal poin pencabutan nama ini karena sangat-sangat bertentangan dengan semangat ke depan untuk menciptakan pemerintahan yang lebih baik, pemerintah yang lebih terbuka, pemerintah yang lebih bersih dan juga pemerintahan yang jauh dari eh korupsi-kolusi nepotisme. Selain mungkin ada beberapa teman-teman yang punya keahlian di bidang hukum yang mungkin bisa melakukan upaya-upaya aktivisme legal atau upaya hukum lainnya," tambahnya.
Baca juga:
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!