BERITA

Sejak 2014, Puluhan Ribu Migran Tewas dan Hilang di Dunia

"Saat jumlah migrasi di seluruh dunia meningkat, demikian pula jumlah korban pun turut meningkat. Banyak migran yang tenggelam, tewas di padang pasir atau menjadi korban perdagangan manusia. "

Pricilia Indah Pratiwi

Sejak 2014, Puluhan Ribu Migran Tewas dan Hilang di Dunia
Ratusan warga Honduras diblokir di perbatasan di Agua Caliente, Guatemala, Senin, 15 Oktober 2018. (AP Photo / Moises Castillo)

KBR - Saat jumlah migrasi di seluruh dunia meningkat, rupanya demikian pula jumlah korban, turut meningkat. Banyak migran yang tenggelam, tewas di padang pasir atau menjadi korban perdagangan manusia.

Hasil penghitungan Associated Press (AP) menunjukan sejak 2014 di seluruh dunia terdapat lebih dari 56.800 migran telah tewas atau hilang. Jumlah ini hampir dua kali lipat dari angka yang dikeluarkan Organisasi Internasional PBB di bidang migrasi, di mana menunjukan 28.500 jumlah korban.

AP mengumpulkan informasi dari organisasi internasional lain, catatan forensik, laporan orang hilang, catatan kematian, dan memeriksa data dari ribuan wawancara dengan para migran.

Dilansir dari Fox News, penghitungan AP ini merupakan jumlah yang kurang. Jenazah tidak ditemukan di gurun pasir atau di dasar laut. Dan keluarga tidak selalu melaporkan orang yang dicintai hilang karena mereka bermigrasi secara ilegal, atau karena mereka meninggalkan rumah tanpa mengatakan ke mana tujuan mereka.

Ada pula keluarga yang terjebak di antara harapan dan berkabung, seperti yang terjadi pada Safi al-Bahri. Putranya, Majdi Barhoumi, meninggalkan kampung halaman mereka di Ras Jebel, Tunisia pada 7 Mei 2011 untuk pergi ke Eropa dengan perahu kecil bersama belasan migran lainnya. 

Kapal tenggelam dan kabar Barhoumi belum terdengar sejak saat itu. Dengan harapan ia masih hidup, ibu dan ayahnya membangun kandang dan memelihara induk ayam, beberapa ekor sapi serta seekor anjing untuk berjaga-jaga hingga putra mereka kembali.

"Saya hanya menunggunya. Saya selalu membayangkan dia di belakang saya, di rumah, di pasar, di mana-mana," kata al-Bahri. 

"Ketika saya mendengar suara di malam hari, saya pikir dia kembali. Ketika saya mendengar suara sepeda motor, saya pikir anak saya sudah kembali," tambahnya.

Pada April 2015 lalu, 800 orang tewas dalam kapal karam di lepas pantai Italia. Peristiwa itu merupakan bencana laut migran paling mematikan di Eropa. Para penyelidik Italia berjanji mengidentifikasi dan menemukan keluarga mereka. Namun, lebih dari tiga tahun kemudian, di bawah pemerintahan baru, pendanaan proyek ini terhenti.

Di luar Eropa, informasi bahkan lebih langka. Bahkan di Amerika Serikat (AS), tidak ada upaya rutin untuk mencari tahu di mana para migran menghilang atau meninggal, atau kebijakan soal upaya mengidentifikasi mayat, dan memberi tahu keluarga yang bersangkutan. 

Sedikit informasi juga diketahui tentang korban di Amerika Selatan, di mana migrasi Venezuela adalah salah satu yang terbesar di dunia saat ini, serta Asia, yang merupakan wilayah teratas untuk sejumlah migran.

Hasilnya, bahwa pemerintah sangat meremehkan jumlah migrasi sebenarnya.

"Tidak peduli di mana Anda berdiri di seluruh perdebatan manajemen migrasi ... ini masih manusia bergerak," kata Bram Frouws, kepala Pusat Migrasi Campuran yang telah melakukan survei terhadap lebih dari 20.000 migran dalam proyek 4Mi sejak 2014. 

"Apakah itu pengungsi atau orang yang pindah pekerjaan, mereka adalah manusia," sambungnya lagi.



Editor: Nurika Manan

  • migran
  • pengungsi
  • pencari suaka

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!