BERITA

Perusahaan Jepang Diperintahkan Bayar Kompensasi Korban Kerja Paksa Perang Dunia II

Perusahaan Jepang Diperintahkan Bayar Kompensasi Korban Kerja Paksa Perang Dunia II

KBR, Jakarta – Pengadilan Tinggi Korea Selatan pada Kamis (29/11/2018) memutuskan perusahaan asal Jepang, Mitsubishi Heavy Industries harus memberi kompensasi ke 28 warga Korea Selatan lantaran kerja paksa selama Perang Dunia II.

Keputusan ini sesuai hasil Mahkamah Agung bulan lalu yang memutuskan untuk mendukung Korea Selatan menuntut kompensasi dari Nippon Steel & Sumitomo Metal Corp Jepang atas sistem kerja paksa yang pernah dipraktikkan ketika Perang Dunia II.

Mitsubishi diharuskan membayar 80 juta Won kepada masing-masing dari 23 penggugat sebagai kompensasi. Dalam sebuah putusan terpisah, pengadilan juga memerintahkan Mitsubishi membayar hingga 150 juta Won ke masing-masing lima penggugat beserta keluarga mereka.

Keputusan pengadilan sontak memancing reaksi keras dari pemerintahan Jepang. Dilansir dari Reuters pada Kamis (29/11/2018), Menteri Luar Negeri Jepang, Taro Kono mengutuk keputusan tersebut dan merasa tidak terima.

"Ini secara fundamental membalikkan dasar hukum untuk hubungan persahabatan antara Jepang dan Korea Selatan," ungkap Kono.

Ia pun lantas mendesak pihak Seoul untuk mengambil langkah-langkah guna memastikan kegiatan ekonomi yang adil bagi perusahaan-perusahaan Jepang. Bila tak digubris, ia mengancam bakal mempertimbangkan opsi lain, termasuk membawa kasus ini ke pengadilan internasional.

Seorang pejabat senior di Kementerian Luar Negeri Seoul menyatakan pemerintah Korea menghormati keputusan tersebut dan akan menyusun langkah-langkah demi menyembuhkan luka para korban. Selain juga tetap membina hubungan masa depan dengan Jepang.

Salah satu penggugat, Kim Seoung-ju (90 th) bercerita bagaimana awal dia berakhir menjadi korban kerja paksa pada Perang Dunia II. Perempuan yang kini memiliki luka permanen di tangannya akibat sistem kerja paksa tersebut mengungkapkan, dirinya dikirim ke Jepang ketika berusia 15 tahun atas rekomendasi gurunya yang merupakan warga negara Jepang.

"Saya diberitahu bahwa saya bisa pergi ke sekolah menengah dan tinggi dan belajar lebih banyak, tetapi ternyata saya harus bekerja di pabrik sepanjang waktu. Sekarang aku merasa luar biasa," cerita Seoung-ju pada sebuah konferensi pers.

Jepang dan Korea Selatan dikenal memiliki sejarah kelam yang meliputi penjajahan Jepang pada 1910-1945 di semenanjung Korea. Pada era itu, banyak perempuan Korea yang dipaksa bekerja di rumah bordil.

Pengalaman masa lalu di era perang dan putusan pengadilan hari ini telah lama menjadi batu sandungan bagi hubungan antara negara-negara di Asia Timur. Hal ini memicu kekhawatiran memengaruhi upaya bersama untuk mengendalikan program nuklir Korea Utara.




Editor: Nurika Manan 

 

  • Hak Asasi Manusia
  • Perang Dunia Ii
  • Asia Timur

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!