BERITA

Hadapi Ancaman Radikal, Presiden Hollande Serukan Gerakan 'Islam Prancis'

Hadapi Ancaman Radikal, Presiden Hollande Serukan Gerakan 'Islam Prancis'

KBR - Presiden Prancis Francois Hollande menyerukan ada kemunculan gerakan Islam Prancis dan menyingkirkan imam-imam beraliran radikal yang dilatih di luar negeri.

Dalam pidatonya, Presiden Hollande mengatakan Islam Prancis penting untuk menghadapi ancaman kelompok radikal terhadap demokrasi.


Menyinggung seputar perdebatan soal mengaitkan Islam dengan ancaman teror di Prancis dan larangan burkini, Hollande mengatakan paham sekuler yang dianut Prancis tidak bertentangan dengan keyakinan keagamaan.


"Tidak ada dalam gagasan sekularisme yang menentang praktik keyakinan Islam di Prancis---selama, dan ini titik penting, sesuai dengan aturan hukum," kata Hollande.


Hollande menegaskan sekularisme bukan agama negara yang berada di posisi menentang semua agama lain.


"Apa yang kita butuhkan adalah mewujudkan Islam Prancis," kata Hollande.


Islam Prancis, kata Hollande, bisa dicapai melalui pembentukan yayasan baru Islam, untuk meningkatkan hubungan antara negara Prancis dengan komunitas Muslim di negara itu yang jumlahnya mencapai 7 persen hingga 9 persen dari jumlah populasi.


Bulan lalu, seorang politisi kawakan Prancis, Jean-Pierre Chevènement ditunjuk memimpin yayasan baru organisasi Islam di Prancis. Chevènement pernah menjabat sejumlah posisi menteri antara tahun 1980-an hingga 2000.


Hollande menambahkan Prancis juga butuh kerjasama nasional untuk mendanai pembangunan dan operasional masjid di Prancis serta melatih para imam masjid.


"Republik ini tidak bisa menerima situasi ketika sebagian besar imam justru dilatih di luar negeri, bahkan mereka tidak bicara menggunakan bahasa kita," kata Hollande.


Sebagai negara sekuler, Prancis melarang menggunaan dana negara untuk tempat-tempat ibadah, dan hal ini menjadi perhatian serius ketika Islam radikal berkembang di sejumlah masjid yang didanai dari luar negeri.


Menurut Menteri Dalam Negeri Prancis Bernard Cazeneuve, setidaknya ada 20 tempat ibadah umat Islam di Prancis yang ditutup karena diduga terlibat kegiatan ekstrimisme sejak Desember.


Hollande mengatakan gerakan Islam radikal sudah menciptakan negara palsu yang dipimpin para pembunuh. "Hal ini memanipulasi Islam untuk menyebarkan kebencian."


Negara Prancis beraa dalam status darurat sejak kelompok ISIS melakukan serangan di Paris pada November, lalu dilanjutkan dengan serangan di kota Nice saat peringatan Hari Revolusi Prancis pada 14 Juli lalu.


Mayoritas penduduk Prancis beragama Katolik Roma (80 persen), Islam (5-10 persen), Protestan (2 persen), Yahudi (1 persen).


Banyak warga Prancis yang ikut dalam kelompok-kelompok radikal, bahkan terlibat ISIS. Kementerian Dalam Negeri Prancis menyebutkan lebih dari 2,100 orang warga Prancis terlibat 'jihad' kelompok radikal. Sekitar 680-an diantaranya masih berada Suriah dan Irak.


Hollande mengatakan, Prancis yang bakal menggelar pemilu presiden pada 2017 tengah menghadapi pertanyaan-pertanyaan krusial mengenai masa depan mereka.


"Ini perjuangan seumur hidup. Kita hidup di Prancis, negara yang pilihan-pilihannya bakal menentukan masa depan Eropa."


Perang melawan teror di Prancis, kata Hollande, sangat menyakitkan. Bahkan umat Islam di negara itu turut menderita karena tindakan-tindakan umat yang fanatik.


"Kita membayar dengan harga mahal sekali, 238 orang tewas dan banyak orang cedera," lanjut Hollande. "Namun, Prancis akan menang. Demokrasi akan selalu bertambah kuat."


Islam Prancis

Gagasan 'Islam Prancis' sebelumnya telah dilontarkan Tareq Oubrou, seorang imam dan pemimpin komunitas Muslim di Bordeaux, Prancis. Kota ini sangat terkenal dengan produk wine anggur merahnya, hingga ada jenis wine yang dikenal dengan nama Bordeaux. Tareq Oubrou sangat ketat melarang para umatnya mencicipi wine merah.


Sejak tiga kasus serangan teror di Prancis dalam dua tahun, dan juga kontroversi burkini beberapa waktu belakangan, Tareq Oubrou telah menjadi juru advokasi terkenal di Prancis yang progresif, inklusif, dan 'sangat Prancis'.


Dalam buku terbarunya berjudul "Apa yang Tidak Kamu Ketahui tentang Islam" yang dipublikasikan Februari lalu, Oubrou menyerukan gerakan 'Islam Prancis'.


Islam Prancis, menurut Oubrou, adalah penyesuaian spiritualitas Islam yang diekspresikan lewat bahasa tiga nilai Republik Prancis. Tiga nilai Prancis adalah kebebasan (liberty), kesetaraan (equality) dan persaudaraan (fraternity).


Karena pandangan-pandangannya itu, Oubrou dekat dengan kalangan elit politik Prancis. Pada 2015, ia bahkan menjadi penasihat khusus Menteri Dalam Negeri Prancis, pasca serangan di kantor Charlie Hebdo.


Meski begitu, juga tidak sedikit yang mengkritiknya karena pandangan-pandangannya yang dianggap menirukan sikap pemerintah Prancis.


Bagi kelompok teroris ISIS, Tareq Oubrou adalah musuh. ISIS sudah mengeluarkan sejumlah fatwa menentang Oubrou. ISIS menyebut imam Prancis itu sebagai 'imam yang menyeleweng dan harus dibunuh tanpa ampun'. (CNN/UPI/RFI/Washington Post)

 

  • Prancis
  • terorisme
  • ISIS
  • burkini
  • serangan teroris
  • Islam radikal

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!