NASIONAL

Masdalina Pane: Daripada Memprediksi Puncak Omicron, Lebih Baik Pemerintah Intervensi

"Daripada kita memprediksi, sebenarnya yang terbaik adalah mencari intervensi apa, supaya prediksinya tidak tercapai."

Astri Yuanasari

Memprediksi Puncak Omicron
Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane. (Foto: Tangkapan layar KPC PEN RI)

KBR, Jakarta - Pemerintah memperkirakan puncak kasus COVID-19 varian Omicron di Indonesia terjadi pada Februari hingga pertengahan Maret nanti. Karena itu, pemerintah kembali memperketat syarat aktivitas masyarakat di tempat-tempat publik seiring meningkatnya angka kasus harian COVID-19 yang sudah mencapai lebih dari 1000 per hari pada 15 Januari kemarin.

Ahli Epidemiologi meminta pemerintah serius melakukan langkah-langkah pengendalian dan pencegahan agar varian Omicron tidak meluas ke tingkat komunitas. Hal ini penting agar tidak terjadi kolaps di fasilitas kesehatan seperti pada puncak gelombang dua Juli tahun lalu.

Berikut, wawancara KBR bersama Kepala Bidang pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Masdalina Pane pada Senin (17/1/2022):

Langkah-langkah apa yang harus dilakukan pemerintah untuk mengendalikan kurva Covid-19?

Sebenarnya pemerintah itu sudah tahu langkah-langkahnya. Langkah-langkah pengendalian itu berlangsung sistematis. Varian baru ini asalnya kan dari luar negeri, maka upaya untuk mencegahnya tentu bertingkat. Pertama, di pintu masuk. Kalau kita lihat, pintu masuk kita memang sangat rapuh ya, terlalu banyak diskresi kemudian juga pungutan liar, lalu juga joki itu yang menyebabkan kemudian transmisi itu meluas ke komunitas. Nah kalau sudah di komunitas, kalau masih kurang dari 20% teman-teman di Puskesmas dan Dinas Kesehatan mungkin masih bisa untuk melakukan pembendungan (containment). Tapi kalau sudah lebih dari 20%, waduh itu jumlah tenaga mereka terbatas juga. Jadi itu yang pertama, jaga pintu masuk. Kalau pintu masuk enggak terjaga, jaga lini kedua. 

Lini keduanya itu di komunitas. Kalau itu pun gagal kita lakukan dengan indikator kasusnya terus meningkat dan Omicronnya terus meluas wilayahnya, terus membanyak maka kita harus lakukan strategi yang ketiga. 

Kita melakukan karantina rumah. Karantina rumah ini yang masing-masing kita melindungi diri kita sendiri dan keluarga kita, serta orang-orang dekat kita, supaya tidak terinfeksi. Dan teman-teman yang di lapangan, ya tetap melakukan 3M sebisanya, semaksimal mungkin. 

Kemudian yang utama lagi pencegahan. Kalau tadi kan pengendalian pencegahannya masyarakat harus tetap patuh pada protokol kesehatan tapi bukan cuma jargon saja, nah itu pengawasannya yang harus dilakukan lebih masif oleh Satgas. Satgas menyatakan punya puluhan ribu bahkan sampai ratusan ribu relawan yang dilatih selama berbulan-bulan, mana itu semua relawannya? Itu yang harus digerakkan untuk mengawasi pelaksanaan 3M selama periode Omicron ini.

Bagaimana perlindungan bagi masyarakat yang belum divaksinasi dosis lengkap?

Kalau untuk Jawa-Bali saya sudah yakin vaksinnya sudah di atas 70% lengkap, tetapi vaksin sendiri kan tidak menjamin seseorang tidak terkena Omicron. Artinya banyak negara yang vaksinasinya cakupannya tinggi juga tetap terkena Omicron, tapi kasusnya itu kematiannya rendah. Nah untuk kita sendiri, sebagian besar Omicron itu terjadi pada mereka-mereka yang sudah divaksin dosis lengkap. Jadi artinya, vaksin lengkap itu oke menjadi satu hal penting untuk kita mengurangi keparahan kalau kita terinfeksi, tapi yang pertama adalah, kita jangan terinfeksi. Bagaimana cara supaya kita tidak akan terinfeksi tentu dengan 3M, mencegah supaya kita tidak kemasukan sama Omicron ini dengan menjaga jarak dengan orang-orang di sekitar kita, juga kita menggunakan masker terutama di wilayah publik. Dan karena kasusnya sudah mulai cukup banyak, maka masker ternyata tentu harus lebih ditingkatkan. Kalau kemarin biasa pakai masker kain, maka sekarang harus menggunakan masker medis atau dobel.

Baca juga:

Waspada, Puncak Kasus Omicron Terjadi Februari - Maret Nanti

Ribuan Dosis Vaksin Kedaluwarsa di Merauke, Jenisnya?

Pemerintah memprediksi, lonjakan kasus Omicron terjadi pada pertengahan Februari atau awal Maret nanti, alias 30 sampai 65 hari sejak penularan pertama. Secara epidemiologi seperti apa itu artinya?

Daripada kita memprediksi, sebenarnya yang terbaik adalah mencari intervensi apa, supaya prediksinya tidak tercapai. Itu satu. Terus yang kedua, kalau pun diprediksi itu puncaknya, berapa kasusnya kalau cuma sedikit saja ya enggak masalah, karena itu aja statement itu sudah berubah ya, kemarin 3 atau 4 hari yang lalu itu katanya awal Februari ya. Sekarang berubah lagi, menjadi pertengahan Februari sampai dengan awal Maret nanti. Kayak dejavu aja kita. Kayak tahun lalu, kita hanya memprediksi saja, oh ini nanti puncaknya Juni. Menkes mengatakan puncaknya awal Juni, mundur lagi akhir Juni, mundur lagi Juli, mundur lagi Agustus. Faktanya adalah ketika kasus itu meningkat tinggi, itu disertai dengan kesulitan masyarakat untuk mengakses tempat tidur di rumah sakit, mengakses oksigen, dan mengakses obat-obatan. Selain. obat juga hilang dari peredaran. 

Jadi yang terpenting dari pengendalian itu adalah, bagaimana agar transmisi ini tidak meluas dan kasus tidak bertambah meningkat. Itu menunjukkan bahwa intervensi yang dilakukan efektif. Nah sekarang yang lebih dibutuhkan adalah bagaimana kita bisa mencegah dua hal itu, kasusnya tidak naik, pemikirannya tidak meluas.

Editor: Fadli Gaper

  • Omicron
  • Masdalina Pane
  • PAEI

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!