KBR, Jakarta- Konsumen podcast di Amerika Serikat (AS) tumbuh sekitar dua setengah kali lipat selama satu dekade terakhir.
Menurut laporan The Podcast Consumer 2019 yang dirilis Edison Research, sepuluh tahun lalu pendengar podcast di AS hanya sekitar 22 persen dari total responden mereka. Tapi sekarang, jumlahnya sudah naik sampai 51 persen.
Menurut survey Edison Research, alasan terbesar orang-orang AS mengakses podcast adalah untuk "belajar hal baru", mencari hiburan, dan mendapat informasi.
Mayoritas responden AS mengaku paling suka mendengar podcast saat bersantai di rumah. Sedangkan sebagian lainnya mendengar podcast sembari melakukan pekerjaan rumah tangga, berkendara, atau relaksasi sebelum tidur.
Bagaimana dengan di Indonesia?
Di Indonesia nampaknya belum ada studi yang menyoroti pertumbuhan pendengar podcast seperti yang dilakukan Edison Research di AS.
Namun, kalau dilihat dari tren Google, pencarian kata kunci "podcast" saat ini sudah naik jauh dibanding sepuluh tahun lalu.
Tahun 2009, tingkat pencarian kata kunci "podcast" di Indonesia hanya berada di kisaran indeks 30-50. Setelah itu pencarian sempat sangat sepi, sampai di tahun 2019 frekuensinya naik drastis ke kisaran indeks 100.
(Tren pencarian kata kunci "podcast" di Indonesia tahun 2009-2019. Sumber: Google Trends)
Grafik di atas tentu tidak menggambarkan pertumbuhan pendengar podcast. Tren pencarian Google itu sekadar menunjukkan bahwa "rasa penasaran" warganet Indonesia terhadap podcast sudah jauh meningkat dibanding dulu.
Kendati begitu, berbeda dengan di AS, alasan terbesar orang Indonesia mengakses podcast bukan untuk "belajar hal baru", melainkan untuk "hiburan".
Menurut laporan Podcast User Research in Indonesia 2018 yang dirilis Daily Social, mayoritas responden Indonesia paling suka mendengar podcast berkonten hiburan, disusul dengan konten gaya hidup, kemudian informasi teknologi.
Pendengar podcast di Indonesia juga dilaporkan lebih menyukai konten-konten buatan pebisnis atau selebriti. Sedangkan konten yang dibuat kalangan akademisi kurang diminati.
Editor: Sindu Dharmawan