KBR, Jakarta _Hari ini 17 Agustus 2015, tepat 70 tahun peringatan kemerdekaan Indonesia. Negara ini dibangun dengan semangat nasionalisme yang luar biasa dari para pahlawan, pejuang yang cinta tanah air.
Di tengah peringatan kemerdekaan yang mestinya bisa dijadikan momentum untuk membangkitkan rasa nasionalisme itu, kita dikejutkan dengan rencana pemerintah memberi remisi atau pengurangan masa hukuman terhadap koruptor---pencuri uang rakyat.
Dengan dalih, remisi merupakan hak narapidana, dan menjalankan Keputusan Presiden tahun 1955, pemerintah akan memberikan remisi istimewa kepada seluruh narapidana termasuk koruptor. Ini merupakan remisi istimewa yang diberikan setiap 10 tahun sekali atau remisi dasawarsa. Itu di luar remisi yang didapat melalui remisi umum.
Menurut Emerson Yuntho, Wakil Koordinator Badan Pekerja Lembaga Pemantau Korupsi Indonesia ICW, pemberian remisi terus berulang saat hari kemerdekaan, atau saat hari raya. Meski sudah banyak diperdebatkan dan ditolak oleh masyarakat luas, namun pemerintah tetap bertahan dengan rencana itu.
“Pemerintah selalu ngotot ingin memerdekakan koruptor dari penjara melalui remisi. Pemerintah menyamarakan napi koruptor dengan napi kasus lain, dengan alasan mengeluarkan atau pemberian remisi itu untuk pembinaan dan kuota yang over load. Padahal, politik hukum di negeri ini sudah menetapkan korupsi, terorisme dan narkoba sebagai kejahatan yang luar biasa, harusnya pemerintah menjadikan ini sebagai bahan acuan,” ujarnya saat berbincang bersama KBR pada program Reformasi Hukum dan HAM, Senin (17/08/2015).
Ia menambahkan, boleh saja alasan pemberian remisi bagi para koruptor dengan alasan pembinaan asal tak melanggar hukum. Misalnya, yang bersangkutan sudah menjalani sepertiga masa hukuman, mau membantu penegak hukum membongkar kasus korupsi yang besar, sudah membayar denda pengganti dana persidangan, dan mendapat rekomendasi dari insituti yang menangani. Apalagi, jumlah koruptor, kata Emerson, hanya sekitar 2000an jadi tak logis kalau dianggap over capacity hingga mereka harus dikeluarkan.
Selain itu, hal ini juga bertentangan dengan PP 99 /2012 soal syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan, juga mengatur soal remisi bagi napi termasuk pengurangan remisi bagi koruptor dan bebas bersyarat. Namun, sayangnya PP ini tidak digubris.
Terkait hal ini, Emerson mengaku pihaknya sudah mengirimkan surat pada Jokowi. Menurutnya Pemberian remisi terhadap napi koruptor di kemerdekaan RI, bisa merusak citra Jokowi .
“ Jokowi pernah mengatakan tak akan berikan koruptor remisi, tapi sekarang kenapa diberikan? Ini ada yang tak sejalan. Kenapa Jokowi tak menegur Menteri Hukum dan HAM, Yasona? Pemberian remisi harusnya tak bertentangan dengan PP 99/2012. Pemberian remisi koruptor itu kan melalui menteri Hukum dan HAM, kok Menteri Hukum dan HAM gak paham hukum ?”
“Kalau dulu kita melawan penjajah, kini kita melawan koruptor,” pungkasnya
Remisi Koruptor di Hari Kemerdekaan Bisa Rusak Citra Jokowi
Dulu melawan penjajah, kini melawan koruptor

BERITA
|
PILIHAN REDAKSI
|
NASIONAL
|
INTERMEZZO
|
REFORMASI HUKUM DAN HAM
Senin, 17 Agus 2015 12:17 WIB


Emershon Yunto, ICW, saat berbincang bersama KBR pada program reformasi Hukum dan HAM, Senin(17/08/15)
Berita Terkait
Most Popular / Trending
Recent KBR Prime Podcast
Kesetaraan Akses Vaksin Bagi Disablitas
Kabar Baru Jam 7
Cuan ala KPopers: dari Hobi Jadi Duit
Kabar Baru Jam 8
Menilik Inisiatif Tingkat Kota Kuatkan Toleransi