RUANG PUBLIK

Aset Kripto dan Emas Digital, Benda Apakah Itu?

"Mulai Februari 2019, aset kripto dan emas digital telah resmi menjadi instrumen investasi baru di Indonesia."

Bitcoin
Ilustrasi: Bitcoin (Foto: Pexels)

Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) telah menetapkan aset kripto (crypto asset) dan emas digital sebagai komoditas dalam bursa berjangka Indonesia.

Artinya, kontrak kepemilikan atas kedua benda tersebut sudah bisa diperdagangkan di Jakarta Futures Exchange (JFX), seperti halnya kontrak kepemilikan atas kopi, kelapa sawit, gas alam, batu bara, gula pasir, semen, udang, ikan, dan juga Surat Utang Negara (SUN).

Berikut adalah paparan lanjutan terkait definisi aset kripto dan emas digital, yang notabene telah resmi menjadi instrumen investasi baru di Indonesia.


Aset Kripto: Hanya Bisa Diproduksi Pakar Teknologi Digital

Peraturan Bappebti No 5 Tahun 2019 mendefinisikan aset kripto sebagai:

“Komoditi tidak berwujud yang berbentuk digital aset, menggunakan kriptografi, jaringan peer-to-peer, dan buku besar yang terdistribusi, untuk mengatur penciptaan unit baru, memverifikasi transaksi, dan mengamankan transaksi tanpa campur tangan pihak lain.”

Berdasarkan penjelasan tersebut, istilah “aset kripto” yang dimaksud Bappebti mengacu pada mata uang digital atau cryptocurrency.

Mata uang digital, cryptocurrency, atau “uang kripto” memang merupakan istilah yang sering dipertukarkan satu sama lain.

Semua istilah itu sama-sama digunakan untuk menyebut satuan data digital yang dihasilkan dari pemecahan algoritma komputer tertentu.

Karena proses mendapatkannya demikian rumit, membutuhkan keahlian algoritma dan perangkat komputer super canggih, satuan data digital itu dianggap berharga seperti layaknya uang atau emas.

Mereka yang tidak memiliki keahlian teknologi digital hanya bisa mendapatkan cryptocurrency dengan cara membelinya dari orang lain.


Aset Kripto: Nilai Aset Berbasis Kesepakatan Komunitas

Dalam satu dekade belakangan, pakar teknologi digital di berbagai belahan dunia telah menghasilkan ribuan jenis cryptocurrency yang berbeda.

Seperti halnya perbedaan dolar, yen, ringgit dan rupiah, cryptocurrency juga ada banyak ragamnya. Ada yang bernama Ethereum, XRP, EOS, Litecoin, Tether, Stellar, dan banyak lagi lainnya.

Namun demikian, dari sekitar 1500 jenis cryptocurrency di seluruh dunia, uang kripto yang pertama kali muncul, paling populer, dan paling banyak diperdagangkan secara global adalah Bitcoin. Saat tulisan ini dibuat, nilai 1 Bitcoin setara dengan sekitar Rp 53,8 juta.

Menurut penjelasan Luno, salah satu perusahaan multinasional penyedia layanan transaksi Bitcoin, nilai uang kripto ini selalu bergerak berdasarkan supply and demand.

Semakin banyak orang yang ingin membeli Bitcoin, maka harganya akan semakin mahal pula. Begitupun sebaliknya, jika ada banyak orang yang mendadak melepas Bitcoin mereka, maka harganya akan jatuh tiba-tiba.

Dimaz A. Wijaya, penulis buku Mengenal Bitcoin dan Cryptocurrency (2016), mengibaratkan uang kripto ini seperti mainan anak-anak.

Anak-anak biasa bermain dengan menganggap benda-benda acak sebagai uang, semisal batu atau kelereng. Jika telah disepakati bersama, maka batu atau kelereng itu bisa mereka gunakan sebagai alat tukar.

Demikian juga halnya dengan cryptocurrency. Menurut Dimaz A. Wijaya (2016), Bitcoin dan berbagai mata uang kripto hanya bernilai berdasarkan kesepakatan komunitas penggunanya saja.


Baca Juga: Aset Kripto dan Emas Digital Masuk Bursa Berjangka, Ini Aturan Mainnya 


Emas Digital: Program Cicilan Emas Sangat Ringan

Luno, perusahaan penyedia layanan transaksi Bitcoin, menyebut cryptocurrency sebagai “emas digital”.

Bitcoin disamakan dengan emas karena sifatnya yang sama-sama langka, bisa dipecah ke dalam unit yang lebih kecil tanpa kehilangan nilainya, serta bisa digunakan sebagai alat tukar.

Namun demikian, definisi “emas digital” yang diperdagangkan di bursa berjangka Indonesia mengacu pada hal lain. Menurut Peraturan Bappebti No 4 Tahun 2019, emas digital merupakan:

Emas yang catatan kepemilikan emasnya dilakukan secara digital (elektronis).”

Istilah “emas digital” dalam peraturan Bappebti ini mengacu kepada program investasi emas sangat ringan yang banyak muncul setahun belakangan.

Salah satu contohnya adalah program milik Tokopedia. Maret 2018 lalu Tokopedia meluncurkan layanan "Tokopedia Emas", di mana pelanggan bisa membeli emas sejumlah 0,5 gram dengan harga sangat rendah, yakni mulai dari Rp 500.

Bulan September 2018 lalu layanan semacam itu sempat dikritisi dan dihentikan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) karena dinilai tidak memiliki izin yang jelas.

Namun, setelah penerbitan Peraturan Bappebti No 4 Tahun 2019, status kegiatan perdagangan emas digital telah disahkan serta dilindungi landasan hukum yang kuat.

Hanya saja, sekarang perdagangan emas digital tidak bisa dilakukan sembarangan.

Kini para pedagangnya dituntut untuk memenuhi sejumlah syarat dan ketentuan baru. Salah satunya, pedagang emas digital kini wajib menyimpan sejumlah emas dengan kadar minimal 99,9% sebelum memulai transaksi dengan pelanggan.

Pedagang emas digital juga harus menjadi anggota Bursa Berjangka, mendapat rekomendasi Bursa Berjangka, serta membuat aturan dagang (trading rules) dengan persetujuan Kepala Bappebti.

(Sumber: www.bappebti.go.id)

  • aset kripto
  • cryptocurrency
  • bitcoin
  • emas digital
  • Bappebti
  • bursa berjangka
  • Jakarta Futures Exchange

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!