EDITORIAL
Fatwa Sesat
Agama itu soal keimanan.
AUTHOR / KBR
Majelis Ulama Indonesia (MUI) kemarin memutuskan Gerakan Fajar Nusantara, Gafatar, sesat dan menyesatkan. Ketua MUI Ma’ruf Amin menyebutkan, pengkajian ini dilakukan berdasarkan informasi dari berbagai daerah. Beberapa MUI daerah bahkan sudah lebih dahulu menetapkan fatwa sesat untuk Gafatar.
Gafatar bukan yang pertama yang diberi stempel sesat oleh MUI. Sebelumnya, MUI sudah pernah menyebut Syiah, Ahmadiyah serta Lia Eden sesat. Total ada 10 ajaran/keyakinan yang diberi stempel ini.
Buat apa memberi fatwa sesat ini kepada Gafatar, juga kelompok lainnya? Agama itu soal keimanan. Vertikal dari manusia ke Tuhan. Jika seseorang memiliki pandangan keislaman yang dianggap berbeda dengan yang lain, ya sudah. Apakah keimanan orang lain itu menular atau begitu mudah goyah karena faktor eksternal?
Menurut Tim Pengkaji Aliran Kepercayaan Masyarakat (Pakem) Kejaksaan Agung, fatwa ini adalah modal untuk menyusun rekomendasi kepada Jaksa Agung, Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama. Celakanya, fatwa sesat MUI ini seringkali dipakai untuk bertindak kekerasan. Konflik horisontal sangat mudah dipicu berbekal fatwa sesat macam begini.
Bahkan sebelum fatwa ini muncul saja, sejumlah pihak sudah ambil ancang-ancang. Mulai dari pembinaan, sampai pemidanaan. Kepolisian sudah menyebut, fatwa MUI bisa dijadikan dasar bagi polisi untuk bergerak, memproses pidana pimpinan dan pengikut organisasi tersebut. Mereka bakal dijerat dengan pasal 156 KUHP soal sangkaan penodaan agama.
Indonesia bukan negara Islam, tapi negara hukum. Dalam tata kenegaraan, fatwa MUI tidak masuk dalam jajaran aturan hukum yang wajib dipatuhi semua warga negara. MUI adalah ormas, bukan aparat hukum. Karenanya fatwa MUI sejatinya tidak berkekuatan hukum.
Tak bosan-bosannya kita saling mengingatkan: Indonesia bukan negara Islam. Hanya kebetulan saja mayoritas penduduknya adalah Muslim. Kebebasan beragama dan beribadat pun sudah diatur dalam hukum serta dilindungi negara. Boleh saja Gafatar berbeda dengan Anda atau Anda, tapi biarkanlah mereka hidup dengan damai sebagai sesama warga negara. Biarlah fatwa itu keluar, yang lebih penting adalah menjaga supaya toleransi terus disemai dalam kehidupan sehari-hari.
Komentar
KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!