BERITA

7 Tapol Papua Merasa Tak Aman Ditahan di Kaltim

7 Tapol Papua Merasa Tak Aman Ditahan di Kaltim
Ilustrasi: Tahanan politik. (Foto: www.polri.go.id)

KBR, Jayapura - Saat ini ada tujuh orang tahanan politik (tapol) Papua yang ditahan di Polda Kalimantan Timur (Kaltim).

Tujuh tapol tersebut disangkakan pasal makar karena terlibat demonstrasi mengecam ujaran rasisme yang berujung rusuh di Kota Jayapura pada 29 Agustus 2019 lalu.

Mereka adalah Buchtar Tabuni, Agus Kosay, Fery Kombo, Alexander Gobay, Steven Itlai, Hengki Hilapok dan Irwanus Uropmabin.

Penasihat hukum para tapol, Emanuel Gobai mengatakan selama dalam tahanan Polda Kaltim mereka tidak mendapat kunjungan dari keluarga, rohaniwan, maupun dokter. Padahal, Gobai menegaskan berbagai kunjungan itu adalah hak tersangka.

"Situasi ini berpengaruh pada kondisi psikologi mereka. Mereka merasa tak aman ditahan di Kaltim," kata Gobai di Jayapura kepada KBR, Senin (16/12/2019).


Kembalikan Para Tapol ke Papua

Karena kondisi di atas, Emanuel Gobai meminta kejaksaan agar memindahkan para tapol ke Papua.

"Kami tegaskan kepada Kajari dan Kajati Papua untuk segera kembalikan tapol Papua untuk proses (persidangan) di Pengadilan Negeri Jayapura," tegas Emanuel Gobai.

Emanuel Gobai menegaskan bahwa pemindahan penahanan dan proses persidangan para tapol ke Jayapura tidak akan menimbulkan kericuhan.

"Nyatanya selama ini proses persidangan dan situasi saat persidangan berlangsung (di Jayapura) aman terkendali," jelasnya.

Emanuel Gobai menyebut saat ini Koalisi Penegak Hukum dan HAM Papua sudah mengutus tiga penasihat hukum untuk mendampingi para tapol di Kaltim.

Penasihat hukum tersebut akan mendampingi para tersangka dalam proses penyerahan berkas dan barang bukti dari kepolisian ke Kejaksaan.

Editor: Agus Luqman

  • tapol
  • Papua
  • konflik papua
  • kerusuhan Papua
  • jayapura

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!