BERITA

Sumbangan dari Perusahaan Rokok Rawan Jadi Investasi Politik

"Pos-pos belanja atau pengeluaran pihak ketiga (perusahaan) berpotensi digunakan sebagai sumbangan modal politik" "

Ryan Suhendra

Sumbangan dari Perusahaan Rokok Rawan Jadi Investasi Politik
Diskusi publik mengenai intervensi perusahaan rokok dalam politik. (Foto: KBR/Ryan Suhendra)

KBR, Jakarta - Lembaga antikorupsi, Indonesia Corruption Watch (ICW) memetakan pos-pos belanja dari empat perusahaan rokok di Indonesia yang berpotensi digunakan sebagai sumbangan modal politik pada Pemilihan Presiden 2019.

ICW memetakan pos-pos belanja atau pengeluaran pihak ketiga (perusahaan) yang berpotensi digunakan sebagai sumbangan modal politik.


Dari hasil laporan keuangan 4 perusahaan rokok, yaitu PT HM Sampoerna, PT Gudang Garam, PT Bentoel, dan PT Wismilak kurun waktu 2010 hingga 2017, ICW memfokuskan pada empat pos belanja, yaitu cukai rokok, iklan, tanggung jawab sosial perusahaan atau coorporate social responsibility (CSR), dan pengeluaran lain yang rawan digunakan untuk investasi politik.


Koordinator Divisi Monitoring dan Analisis Anggaran ICW, Firdaus Ilyas mengatakan, tren kenaikan empat pos belanja terlihat sangat signifikan.


Ia mengatakan, nama pengeluaran di pos belanja 4 perusahaan tersebut beragam, mulai dari tenaga ahli, jasa keamanan, hingga atensi relasi. Misalnya PT HM Sampoerna di periode 2010 hingga 2017, terdapat tiga pos beban utama, yaitu beban pokok penjualan, beban penjualan, dan beban administrasi umum. Pada bagian administrasi dan umum, terdapat pos pengeluaran untuk honorarium tenaga ahli dan jasa keamanan.


"Honorarium tenaga ahli mengalami kenaikan dari Rp62,275 miliar di 2010 menjadi Rp109,761 miliar di 2017. Jasa keamanan pada FR sebelum 2013 tidak ditemukan tetapi baru muncul pada FR 2014 dengan menyajikan kembali FR 2013 dan terdapat pos pengeluaran jasa keamanan. Total pengeluaran 2010 hingga 2017 adalah Rp1,122 triliun," kata Firdaus di Kantor ICW, Kalibata, Jum'at (28/12/2018).


Firdaus melanjutkan, industri rokok merupakan industri yang bermata pisau ganda, karena selain dijadikan penopang penerimaan negara, industri itu juga menghasilkan budaya candu yang berdampak buruk pada kesehatan dan ekonomi, serta kebijakan yang diambil pemerintah dalam mengendalikan industri ini juga terasa setengah hati.


"Perselingkuhan penguasa dan industri berpeluang besar terjadi apalagi jika di dalamnya terdapat 'komisi dan bantuan' untuk berkuasa kembali," sambung Firdaus.


Peneliti ICW, Almas Sjafrina menyatakan industri rokok yang memberi sumbangan modal politik harus diwaspadai, karena dapat mengintervensi perumusan kebijakan. Ia mencontohkan, PT HM Sampoerna yang melibatkan diri dalam pembuatan kebijakan, dalam hal ini Rancangan Undang-Undang Pengendalian Dampak Produk Tembakau untuk kesehatan yang pernah masuk Prolegnas 2004 hingga 2009.


Ia mengatakan, keterlibatan industri rokok HM Sampoerna beririsan dengan kepentingannya.


"Perusahaan rokok dan perusahaan yang mempunyai konflik kepentingan itu tidak bisa dianggap sama dengan perusahaan yang lain ketika mereka memberikan sumbangan politik, baik ke parpol maupun sumbangan kampanye pemilu kepada kandidat pemilu karena mereka mempunyai kepentingan yang sangat beririsan dengan pengambilan kebijakan ke depannya," ujar Almas.


Selain empat pos belanja yang dipetakan oleh ICW, Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Asnil Bambani menambahkan, jika insider trading di lingkungan industri rokok juga merupakan potensi dana yang bisa dimanfaatkan oleh partai politik.


"Insider trading ini jika cukai tidak dinaikkan, semula itu diset untuk cukainya naik, orang kan segan melepas saham rokok. Tiba-tiba keputusan ini tidak dinaikkan oleh pemerintah dan beberapa orang sudah tahu itu, di dalam pasti ada yang tahu. Ini bisa dimanfaatkan oleh penguasa ataupun orang yang mempunyai informasi itu; baik itu partai lawan maupun partai petahana untuk bisa mengambil kesempatan ini untuk tanam dulu duit di sahamnya rokok tersebut. Dan ini terbukti ketika kemarin ketika cukai naik, sahamnya juga naik," pungkas Asnil.

Editor: Kurniati 

  • sumbangan politik
  • ICW
  • AJI Jakarta
  • perusahaan rokok

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!