BERITA

Kemendagri: Biaya Politik Tinggi Jadi Alasan Kepala Daerah Berperilaku Koruptif

Kemendagri: Biaya Politik Tinggi Jadi Alasan Kepala Daerah Berperilaku Koruptif

KBR, Jakarta– Kajian Kementerian Dalam Negeri menyebut tingginya biaya politik merupakan satu di antara banyak alasan adanya perilaku koruptif dari seorang kepala daerah. Juru Bicara Kemendagri, Bahtiar mengatakan, Kemendagri juga mendukung rencana Komisi Pemberantasan Korupsi perihal kebutuhan partai politik yang dibiayai oleh negara.

"Tata kelola organisasi partai politik akan menjadi sehat dengan adanya alokasi keuangan negara itu, sehingga, diharapkan dapat meminimalisir terjadinya tindak pidana korupsi," katanya kepada KBR, Jakarta, Selasa (12/12/2018).


Kemendagri, bahkan melakukan sejumlah kajian terhadap beberapa hal yang menjadi pertimbangan terhadap rentannya perbuatan korupsi.

Baca: Kemenkeu Kaji Kenaikan Gaji Kepala Daerah

 

Bahtiar menyebut, satu di antara kajian tersebut yaitu terkait sistem pemilihan kepala daerah, di mana korupsi tetap tak terhindarkan, karena semua itu kembali lagi kepada setiap pribadi seorang pemimpin.


“Sistem pemilu itu kan alat untuk mencari pemimpin. Ada dua model langsung dan tidak langsung. Dulu juga pernah kita melakukan praktik pilkada dengan pemilihan tidak langsung oleh DPRD, korupsinya bergeser ke lembaga DPRD itu. Setelah reformasi lalu kita melakukan pergeseran ke pemilihan langsung, ternyata korupsinya makin membesar juga. Nah, dua-duanya kan ada persoalan,” ujar Bahtiar.


Selain sistem pemilihan kepala daerah, jelas Bahtiar, Kemendagri juga telah membenahi sistem penyelenggaraan pemerintah daerah, tata kelola pemerintah daerah, hubungan DPRD dengan kepala daerah, dan tata kelola perencanaan anggaran dan keuangan.

Baca juga: Calon Kepala Daerah Ditahan KPK, Mendagri Pikirkan Proses Pelantikan


Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan  Bupati Cianjur Irvan Rivano Muchtar  yang menjadi tersangka korupsi dan menjadi target operasi tangkap tangan. Bupati  ditetapkan bersama 3 orang lainnya atas kasus dugaan pemotongan dana alokasi khusus (DAK) pendidikan SMP di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.


Wakil Ketua KPK , Basaria Panjaitan menjelaskan, sebanyak 14,5 persen dari total sejumlah 46,83 persen DAK untuk pembangunan sekolah dipotong dan dijadikan uang suap untuk Bupati Cianjur.


“Dalam kasus ini KPK menemukan setidaknya 14,5 persen anggaran dana alokasi khusus yang seharusnya digunakan sekitar 140 SMP di Cianjur untuk membangun fasilitas sekolah, seperti ruang kelas atau fasilitas yang lain, justru dipangkas sejak awal untuk kepentingan pihak-pihak tertentu,” kata Basaria dalam konferensi pers di Kantor KPK, Rabu malam (12/12).


Setelah mendapatkan informasi dari masyarakat dan melakukan penyelidikan sejak 30 Agustus 2018 sampai saat ini, KPK menemukan sejumlah petunjuk dan bukti awal untuk melakukan operasi tangkap tangan.


KPK juga menangkap 7 orang dalam OTT  tersebut, yaitu Bupati Cianjur, Kepala Dinas Kabupaten Cianjur, Kepala Bidang SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Cianjur, Ketua Majelis Kerja Kepala Sekolah/MKKS Cianjur, Bendahara MKKS Cianjur dan kepala sesi alias sopir..


KPK menduga ada permintaan fee terhadap Bupati Cianjur sebesar 7 persen dari DAK pendidikan dengan menggunakan sandi 'cempaka'.


Dalam OTT tersebut, KPK juga menyita uang sebesar Rp1,5 miliar.

 

Editor: Kurniati

  • Kemendagri
  • Korupsi
  • kepala daerah
  • Bupati Cianjur
  • DAK Pendidikan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!