BERITA

Kasus Edhy Prabowo Juga Terkait Monopoli Kargo Ekspor Benih Lobster

Kasus Edhy Prabowo Juga Terkait Monopoli Kargo Ekspor Benih Lobster

KBR, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dan menahan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo sebagai tersangka dugaan suap dalam kegiatan ekspor benih lobster atau benur.

Edhy dan istrinya diduga menerima suap sebesar Rp3,4 miliar. Dalam penangkapan Edhy Prabowo, KPK menyita sejumlah barang mewah dan kartu ATM yang digunakan untuk belanja di luar negeri.

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango menjelaskan sebelum penangkapan itu, KPK menerima informasi ada dugaan terjadinya penerimaan uang oleh penyelenggara negara.

Pada 21 November 2020 sampai 23 November 2020, KPK kembali menerima informasi adanya transaksi pada rekening bank yang diduga sebagai penampung dana dari beberapa pihak yang sedang dipergunakan bagi kepentingan Penyelenggara Negara untuk pembelian sejumlah barang mewah di luar wilayah Indonesia.

Pada Selasa, 24 November 2020, Tim KPK bergerak dan membagi menjadi beberapa tim di area Bandara Soekarno Hatta, Jakarta, Tangerang Selatan, Depok (Jawa Barat) dan Bekasi (Jawa Barat) untuk menindaklanjuti adanya informasi itu.

Pada Rabu dinihari sekitar pukul 00.30 WIB, Tim KPK langsung melakukan penangkapan di beberapa lokasi. Di Bandara Soekarno Hatta, KPK menangkap Menteri Edhy, Iis (istri Edhy), Safri (Stafsus Edhy), Dirjen Tangkap Ikan KKP Zaini, Ajudan Edhy, Yudha, lalu Protokoler KKP Yeni, Humas KKP Desri, dan Dirjen Budi Daya KKP Selamet.

KPK juga menangkap sejumlah orang lain di rumah masing-masing. Di antara yang ditangkap adalah SJT (Suharjito) selaku Direktur PT DPP, SWD (Siswadi) selaku Pengurus PT ACK, DP (Dipo) selaku Pengendali PT PLI, DD (Deden Deni) selaku Pengendali PT ACK, NT (Nety) selaku Istri dari Siswadi, CM (Chusni Mubarok) selaku staf Menteri KKP, AF (Ainul Faqih) selaku staf Istri Menteri KKP, SA (Syaihul Anam) selaku Staf Menteri KKP, dan MY (Mulyanto) selaku Staf PT Gardatama Security.

Para pihak tersebut selanjutnya dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Dari hasil tangkap tangan tersebut KPK menyita ATM BNI atas nama AF, Tas merek LV, tas merek Hermes, baju Old Navy, jam tangan Rolex, jam merek Jacob n Co, tas koper Tumi dan tas koper LV.

Dalam konstruksi perkara, diduga pada tanggal 14 Mei 2020, tersangka EP selaku Menteri Kelautan dan Perikanan menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster.

Menteri Edhy menunjuk APS (Andreau Pribadi Misata---tidak dibacakan) selaku staf khusus Menteri juga selaku Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence) dan SAF selaku Staf Khusus Menteri sekaligus menjabat selaku Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas (Due Diligence).

Salah satu tugas dari Tim ini adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan oleh calon eksportir benur.

Kargo ekspor benih lobster

Selanjutnya pada awal Oktober 2020, SJT selaku Direktur PT DPP (Dua Putra Perkasa) datang ke kantor KKP di Lantai 16 dan bertemu dengan SAF.

Dalam pertemuan tersebut, diketahui bahwa untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT ACK (Aero Citra Kargo) dengan biaya angkut Rp1.800/ekor yang merupakan kesepakatan antara AM (Amiril Mukminin---tidak dibacakan) dengan APS dan SWD.

"Atas kegiatan ekspor benih lobster tersebut, PT DPP diduga melakukan transfer sejumlah uang ke rekening PT ACK dengan total sebesar Rp731.573.564. Selanjutnya PT DPP atas arahan EP melalui Tim Uji Tuntas (Due Diligence) memperoleh penetapan kegiatan ekspor benih lobster/benur dan telah melakukan sebanyak 10 kali pengiriman menggunakan perusahaan PT ACK," sambung Nawawi.

Berdasarkan data kepemilikan, pemegang PT ACK terdiri dari AMR (Amri) dan ABT (Ahmad Bahtiar) yang diduga merupakan nominee dari pihak EP serta YSA (Yudi Surya Atmaja).

Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya ditarik dan masuk ke rekening AMR dan ABT masing-masing dengan total Rp9,8 Miliar.

"Selanjutnya pada tanggal 5 November 2020, diduga terdapat transfer dari rekening ABT ke rekening salah satu bank atas nama AF sebesar Rp3,4 Milyar yang diperuntukkan bagi keperluan EP, IRW, SAF dan APM, antara lain dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh EP dan IRW di Honolulu AS ditanggal 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah sekitar Rp750 juta diantaranya berupa Jam tangan rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy," imbuhnya.

Disamping itu pada sekitar bulan Mei 2020, EP juga diduga menerima sejumlah uang sebesar US$ 100.000 dari SJT melalui SAF dan AM (Amiril Mukminin). Selain itu SAF dan APM pada sekitar bulan Agustus 2020 menerima uang dengan total sebesar Rp436 juta dari AF.

Para tersangka saat ini dilakukan penahanan rutan selama 20 hari terhitung sejak tanggal 25 November 2020 sampai dengan 14 Desember 2020 masing-masing bertempat di Rutan KPK Cabang Gedung Merah Putih untuk Tersangka EP, SAF, SWD, AF, dan SJT.

Editor: Agus Luqman

  • Menteri Edhy Prabowo
  • KPK
  • OTT
  • benih lobster
  • Gerindra
  • KKP
  • mafia perikanan

Komentar (1)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!

  • Laila3 years ago

    <a href="https://uma.ac.id/" rel="dofollow">Universitas Medan Area</a>