BERITA

Petani Kendeng Kembali Menagih Janji Istana, KLHK: Urusan Pemprov Jateng

" "Pembangunan kita tidak ada yang melanggar KLHS," kata Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo."

Resky Novianto, Anindya Putri

Petani Kendeng Kembali Menagih Janji Istana, KLHK: Urusan Pemprov Jateng
Kawasan perbukitan karst kapur di Pegunungan Kendeng Utara, Rembang, (3/12/2015). (Foto: IST/Agung W)

KBR, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KHLK) menyerahkan sepenuhnya tindak lanjut rekomendasi Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Pegunungan Kendeng, kepada Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.

Juru bicara Kementerian LHK Djati Wicaksono Hadi mengatakan penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) di wilayah Kendeng, masih dimungkinkan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang berlaku disana. Meskipun sudah ada rekomendasi dari KLHS, soal larangan izin tambang baru.


Ia menegaskan, hanya Pemerintah Daerah serta DPRD, yang berwenang merespon keinginan para petani serta rekomendasi KLHS dua tahun silam.


"Itu sebenarnya kewenangan Provinsi, soal (pertambangan) semen-semen segala macam itu. Untuk izin lingkungan segala macam. Artinya, kalau kita kan dari tata ruangnya (RTRW) dulu. Kalau misalnya KLHS sesuai dan tata ruangnya sudah sesuai, itu bagaimana AMDAL nya begitu. Kalau dahulu, keputusannya kalau tidak salah kan tidak boleh ada izin tambang baru. Iya kan. Kita sih tidak memberikan sikap apa-apa lagi. Mungkin untuk merespon para petani ini harusnya teman-teman di daerah," kata Djati Wicaksono kepada KBR, Selasa (19/11/2019).


Menurut Djati Wicaksono Hadi, KLHS telah dilakukan berdasarkan arahan Presiden Joko Widodo pada 2016 silam.


Ia mengatakan UU Nomor 32 tentang Perlindungan Lingkungan Hidup juga telah mensyaratkan KHLS. Namun, Djati mengatakan, semua kembali kepada RTRW di daerah, yang memperbolehkan adanya IUP, setelah keluarnya izin AMDAL.


"Artinya KLHS hanya arahan beliau, bukan ada Inpres. Kita tidak butuh Inpres, kalau menurut saya pribadi. Tapi kan ada aturan yang harus kita pegang, bagaimana UU Nomor 32 tentang Perlindungan Lingkungan Hidup itu harus mensyaratkan KLHS. Kalau KLHS bilang tidak boleh ya tidak bisa. Jadi baru bagaimana kalau misalnya boleh, bagaimana AMDAL-nya begitu," tuturnya.


Sebelumnya, sejumlah warga yang mengatasnamakan petani Pengunungan Kendeng mendatangi istana Presiden. Mereka menagih janji Presiden Joko Widodo untuk membebaskan daerahnya dari area pertambangan perusak lingkungan.


Para petani Kendeng mempersoalkan masih adanya pembiaran terhadap izin pertambangan. Padahal, hasil KLHS telah merekomendasikan untuk tidak diperbolehkannya izin baru tambang di Kendeng.


Tidak tahu


Pemerintah Provinsi  Jawa Tengah membantah masih ada kegiatan pertambangan yang merusak lingkungan di Pegunungan Kendeng, Kabupaten Rembang.


Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo menampik adanya aktivitas perusahaan tambang yang masih beroperasi dan melanggar Kajian Lingungkan Hidup Strategis ( KLHS) di Pegunungan Kendeng sebagai kawasan lindung.


"Ada nggak yang kami sekarang, dalam program pembangunan kami, yang melanggar KLHS? Tapi saya nggak ngerti yang dituntut yang mana? Nggak ada pencemaran selama ini Sukolilo. Tidak ada penambangan, tidak ada apa-apa. Selama ini saya belum mendengar pencemaran di sana, Saya nggak bisa menanggapi, wong saya nggak ngerti. Lebih baik tidak berkomentar," kata Ganjar kepada KBR, di Semarang, Selasa (19/11/2019).


Menurut Ganjar, selama perencanan program pembangunan suatu industri tidak ada yang melanggar KLHS, termasuk pemberian izin pertambangan di Jawa Tengah, tidak merusak lingkungan.


"Pembangunan kita tidak ada yang melanggar KLHS," tandas Ganjar.


Editor: Agus Luqman 

  • aksi petani kendeng
  • Kawasan Karst Kendeng
  • Pegunungan Kendeng
  • pabrik semen
  • Karst Kendeng
  • KLHS
  • KLHK
  • Ganjar Pranowo

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!