BERITA

Pasca-Putusan MK, Istana: Perpu KPK Tidak Diperlukan Lagi

Pasca-Putusan MK, Istana: Perpu KPK Tidak Diperlukan Lagi
KBR, Jakarta-  Istana Kepresidenan menyebut putusan Mahkamah Konstitusi yang menolak uji materi Undang-undang nomor 19 tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, menguatkan sikap Presiden Joko Widodo untuk tak menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perpu) KPK. Juru bicara Jokowi, Fadjroel Rachman, mengatakan, pemerintah akan menjalankan UU KPK yang telah disahkan DPR, pertengahan September lalu.
Dia berkata, Jokowi tetap mempersilakan masyarakat kembali mengajukan uji materi, jika tak puas dengan putusan MK, kemarin.

"Kami berterima kasih kepada yang mengajukan, karena kita menghargai forum legal. Juga berterima kasih pada MK, yang sudah memberikan pelayanan terbaiknya untuk mereka yang mengajukan uji yudisial ini. (Jadi Perpu sudah pasti tidak akan ada?) Tidak ada dong. Kan Perpu tidak diperlukan lagi. Sudah ada undang-undang, yaitu Undang-undang nomor 19 tahun 2019. Tidak diperlukan lagi Perpu," kata Fadjroel di kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (29/11/2019).


Fadjroel mengatakan, Jokowi juga menghargai sikap pimpinan KPK yang secara pribadi dan bersama tokoh antikorupsi lain, mengajukan permohonan uji formil ke MK. Menurut Fadjroel, Jokowi akan selalu menghormati proses pada forum legal untuk menguji UU KPK di MK.


Fadjroel juga menanggapi santai jika mahasiswa dan sejumlah kelompok masyarakat kembali mengajukan uji materi ke MK. Ia justru menyarankan agar permohonan uji materi disiapkan dengan lebih baik, termasuk membawa saksi ahli yang terbaik.
Sebelumnya Permohonan uji materi mengenai Perubahan Undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak diterima Mahkamah Konstitusi (MK).

Permohonan diajukan sejumlah mahasiswa yaitu Muhammad Raditio Jati Utomo, Deddy Rizaldy Arwin Gommo, Putrida Sihombing dan kawan-kawan.


Permohonan itu kandas karena nomor Undang-undang yang diajukan oleh pemohon salah obyek (error in objecto).


Hakim Mahkamah Konstitusi Eni Nurbaningsih dalam pertimbangan hukumnya menyatakan, permohonan yang diajukan pemohon tertulis Undang-undang Nomor 16 Tahun 2016 yang notabene merupakan perubahan UU Perkawinan. Padahal Undang-undang KPK yang baru bernomor 19 Tahun 2019.


"Karena Undang-undang Nomor 16 tahun 2019 adalah Undang-undang tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Dengan demikian, permohonan para pemohon berkenaan dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 yang berupa pemohon adalah Undang-undang tentang perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 30 Tahun Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi merupakan permohonan yang salah obyek atau error in objecto," jelas Eni dalam persidangan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (28/11/2019).


Hakim MK Eni Nurbaningsih menambahkan, karena permohonan pemohon salah objek, itu menimbulkan konsekuensi yuridis yakni semua permohonan uji materi terhadap pasal-pasal yang dituju tidak relevan lagi dan tidak dapat dipertimbangkan lebih lanjut.


"Lagi pula UU Nomor 30 tahun 2002 telah diubah dengan UU Nomor 19 tahun 2019. Sehingga apabila para pemohon hendak mengajukan pengujian Pasal 29 angka 9, Pasal 30 ayat 13, dan Pasal 31 UU 30 tahun 2002, seharusnya dikaitkan dengan UU Nomor 19 tahun 2019. Sebab kedua UU tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan," tambah Eni.


Uji materi perubahan UU KPK itu diajukan para mahasiswa pada 18 September 2019, sehari setelah disahkan DPR. Adapun sidang pendahuluan digelar pada 30 September 2019.


Perubahan UU KPK sedikitnya menuai enam perkara permohonan uji materi, termasuk yang diajukan sejumlah mahasiswa itu.


Keenam perkara itu antara lain perkara Nomor 57/PUU-XVII/2019 (diajukan sekitar 180-an orang umumnya mahasiswa), perkara 59/PUU-XVII/2019 (diajukan 25 mahasiswa Universitas Assyafiiah Jakarta), perkara 62/PUU-XVII/2019 (diajukan advokat Gregorius Yonathan Deowikaputra), perkara 70/PUU-XVII/2019 (diajukan Rektor Universitas Islam Indonesia UII Yogyakarta dkk), perkara 71/PUU-XVII/2019 (diajukan Zico Leonard dkk), dan perkara 73/PUU-XVII/2019 (diajukan dua mahasiswa).


Editor: Rony Sitanggang

  • Revisi UU KPK
  • KPK
  • uji materi UU KPK
  • Mahkamah Konstitusi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!