HEADLINE

Untuk Pertama Kalinya Belasan Korban Pelanggaran HAM di Aceh Ungkap Kesaksian

Untuk Pertama Kalinya Belasan Korban Pelanggaran HAM di Aceh Ungkap Kesaksian

KBR, Banda Aceh - Sebanyak 14 penyintas dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu mengungkapkan kesaksian yang dialami semasa konflik Aceh sejak 1976 hingga 2005. Para pemberi kesaksian didatangkan dari lima wilayah di Aceh antara lain Bener Meriah, Aceh Selatan, Aceh Utara, Aceh Besar, dan Pidie.

Rapat Dengar Kesaksian (RDK) sepanjang dua hari terakhir ini digelar untuk pertama kalinya oleh Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh . Bahkan, pengungkapan kesaksian ini diklaim jadi yang pertama di Indonesia.

Sebanyak tujuh penyintas mengungkapkan kesaksian pada Rabu (28/11/2018), sementara tujuh orang lainnya menyampaikan pada Kamis (29/11/2018).

Di hadapan enam komisioner KKR Aceh, ketujuh korban menceritakan ulang apa yang mereka alami pada masa-masa itu. Berdasarkan laporan kontributor KBR yang berada di lokasi, para saksi juga menuturkan dampak yang dirasakan hingga kini serta, harapan terhadap pemenuhan rasa keadilan.

Para penyintas tampak emosional saat menyampaikan kesaksian. Setiap kali berbicara, ada jeda yang panjang, tarikan napas yang dalam, dan air mata yang sulit dibendung di sela mengingat-ingat peristiwa masa lalu mereka.

Rapat Dengar Kesaksian korban dugaan pelanggaran HAM ini turut disaksikan lebih 200 peserta yang berasal dari masyarakat, instansi pemerintah, dan delegasi asing. Suasana pun terbawa haru ketika mendengarkan kesaksian para korban.

red

Suasana saat Rapat Dengar Kesaksian (RDK) 14 penyintas yang digelar Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh. (Foto: dokumentasi Asia Justice and Right AJAR)

Ketua KKR Aceh Afridal Darmi menjelaskan Rapat Dengar Kesaksian ini merupakan penyampaian pernyataan secara terbuka sebagai bagian dari mekanisme mengungkap kebenaran.

"Acara ini untuk mendorong para korban berani tampil di ruang publik dalam menyampaikan kisahnya, juga merangsang kembali daya ingat terhadap kejadian masa lalu itu," kata Afridal Darmi kepada kontributor KBR, Alfath Asmunda saat ditemui di Anjong Mon Mata, Aceh, Kamis (29/11/2018).

Ia menambahkan, penyampaian kesaksian tersebut juga menjadi jalan mengungkapkan ke publik mengenai faktor penyebab kasus pelanggaran HAM pada masa lalu di Aceh. Langkah ini juga bakal mendorong pengakuan bahwa pernah ada kasus pelanggaran HAM semasa konflik.

Hal lain yang ingin dicapai, menurut Afridal, adalah pemulihan sosial dan rehabilitasi bagi korban bersaksi.

"Kesaksian mereka dapat memberikan pelajaran berharga bagi generasi penerus bangsa untuk mampu mengambil pembelajaran terbaik dari peristiwa masa lalu agar tidak terulang lagi," sambungnya.

Baca juga: Keluarga Kenali Temuan Tulang dan Barang Korban DOM Aceh

Karena itu, nantinya KKR juga bakal mendorong pemerintah untuk melakukan pemulihan secara komprehensif terhadap korban, sebagaimana rekomendasi yang telah disampaikan lembaganya dengan bertolok pada standar universal hak korban.

Karena itu, nantinya KKR juga bakal mendorong pemerintah untuk melakukan pemulihan secara komprehensif terhadap korban, sebagaimana rekomendasi yang telah disampaikan lembaganya dengan bertolok pada standar universal hak korban.

Komisioner lain, Tun Mastur Yahya saat dihubungi terpisah menambahkan KKR juga merekomendasikan pemulihan fisik dan psikis para penyintas. Termasuk, usulan untuk memberikan ganti rugi.

"Rekomendasinya nanti adalah pemulihan bagi korban. Kemudian reparasi yang mendesak, atau yang komprehensif yang mendesak yang mungkin yang butuh segera diberikan pemulihan. Apakah fisik, psikis, kalau yang komprehensif tentu semuanya," tutur Tun Mastur saat dihubungi jurnalis KBR, Kamis (29/11/2018).

"Termasuk, kerugiannya pada masa lalu biaya pendidikan anaknya atau menyebutkan dia secara Paripurna secara sempurna fisik mungkin atau harta bendanya," tambahnya lagi.

Baca juga: Jelang Hari HAM, KontraS Usulkan Pembentukan Komisi 'Pemenuhan Janji Presiden'

Guna melindungi para saksi, KKR Aceh menurut Tun telah meminta seluruh pihak yang hadir untuk tidak mengutip maupun menyebarluaskan kesaksian korban.

Ia menjelaskan, kesaksian tersebut bukan bagian dari proses hukum ataupun peradilan. Sebab kata dia, berbeda dengan Komnas HAM yang menyelesaikan dengan mekanisme yudisial, KKR Aceh merupakan lembaga yang dibentuk untuk penuntasan dengan pendekatan nonyudisial.

KKR merupakan lembaga negara yang dibentuk berdasar mandat hasil nota kesepahaman di Helsinki pada 15 Agustus 2005 antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan pemerintah yang tertuang dalam Qanun. Salah satu fungsi KKR adalah mewujudkan elemen dari keadilan transisi untuk mengungkapkan kebenaran.

Hingga Oktober 2018, KKR Aceh mengumpulkan pernyataan langsung korban dan saksi di lima kabupaten di Aceh. Kesaksian itu telah didokumentasikan untuk periode Desember 2017 hingga Juli 2018 sebanyak 700 dokumen pernyataan.

Baca juga:

    <li><b><a href="https://kbr.id/nusantara/01-2016/pansel_kkr_aceh__anggota_kkr_harus_termasuk_2_perempuan/78051.html">Pansel KKR Aceh: Anggota Harus Termasuk 2 Perempuan</a>&nbsp;<br>
    
    <li><b><a href="https://kbr.id/berita/10-2013/kontras__kawal_pembentukan_qanun_kkr/48366.html">KontraS: Kawal Pembentukan Qanun KKR</a>&nbsp;</b><br>
    




Editor: Nurika Manan

  • Kasus Pelanggaran HAM
  • Kasus Pelanggaran HAM Aceh
  • KKR
  • KKR Aceh
  • Kasus Pelanggaran HAM masa lalu

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!