HEADLINE

UGM Tunggu Rekomendasi Komite Etik untuk Proses Kasus Agni

UGM Tunggu Rekomendasi Komite Etik untuk Proses Kasus Agni

KBR, Yogyakarta - Otoritas Universitas Gadjah Mada (UGM)  menunggu hasil kerja Komite Etik untuk menentukan langkah-langkah penyelesaian dugaan kekerasan seksual  yang dialami mahasiswi Fisipol, Agni (bukan nama sebenarnya). Penuntasan kasus yang dimaksud termasuk soal pemberian sanksi ke pelaku kekerasan seksual yang diduga merupakan mahasiswa Fakultas Teknik, HS.

Wakil Rektor Bidang Kerja Sama dan Alumni UGM, Paripurna beralasan berdasar peraturan internal universitas, keputusan harus didahului rekomendasi dari Komite Etik.

"Pengenaan sanksi hanya bisa dilakukan melalui rekomendasi Komite Etik. Jadi kami menunggu kerja Komite Etik. Komite siap bekerja sangat keras, sangat cepat supaya persoalan ini cepat selesai," kata Paripurna di kampus UGM, Kamis (29/11/2018).

"Jadi UGM sudah punya peraturan, pelanggaran seperti apa dengan hukuman apa, tapi pimpinan universitas tidak bisa ambil keputusan sendiri. Harus menunggu Komite Etik," lanjut Paripurna.

Karena itu menurutnya, pihak kampus tak akan mendahului keputusan Komite Etik termasuk soal sanksi yang bakal diganjarkan jika HS terbukti melakukan kekerasan seksual. Sebelumnya, penyintas menginginan pelaku dikeluarkan secara tidak hormat atau di-DO (drop out).

Kendati begitu kata dia, UGM juga membentuk tim perencana tata kelola kelembagaan sembari menunggu Komite Etik bekerja. Paripurna menjelaskan, tim tersebut bertugas menyusun regulasi untuk mencegah pelecehan maupun kekerasan seksual di Kampus Biru.

"Jadi ada tim yang akan membentuk regulasi agar UGM aman dari kasus abused, pelecehan, tidak hanya seksual tapi juga akademik, kriminal, dan lain-lain. Penyalahgunaan kekuasaan, penyalahgunaan situasi untuk kepentingan diri sendiri atau pelanggaran hak, itu sesuatu yang dilarang oleh UGM."

Baca juga: Ombudsman Investigasi Lambannya Pengusutan Kasus Kekerasan Seksual di UGM

Paripurna mengakui tim penyusun regulasi mengenai pencegahan kekerasan seksual dibentuk menyusul desakan mahasiswa yang meminta kampus meninjau ulang tata kelola dan peraturan yang membuka peluang pelecehan ataupun kekerasan seksual.

"Memang untuk menyempurnakan ini UGM perlu membentuk tim yang valid dan ahli-ahli sudah dikumpulkan," tutur Pari.

Sementara Ketua Komite Etik UGM, Sri Wiyanti Eddyono menyatakan telah bertemu dengan penyintas. Sri yang akrab disapa Iwik ini mengungkapkan bahwa penyintas merasa terabaikan.

"Kami paham dalam banyak hal korban senantiasa ditinggalkan. Jadi kami mengeksplisitkan, prinsip kami berperspektif korban. Sebagaimana penyintas menyampaikan pada kami langsung merasa terabaikan," kata Iwik di UGM, Kamis (29/11/2018).

Ia mengatakan perlu waktu untuk membuat rekomendasi untuk pimpinan UGM terkait penanganan kasus kekerasan seksual yang terjadi saat kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Maluku pada 2017 lalu.

Meski begitu pakar hukum pidana tersebut menuturkan, ada hal yang bisa dilakukan UGM untuk penyintas sembari menunggu putusan Komite Etik, yakni memenuhi hak reparasi korban.

"Hak reparasi itu meliputi hak rehabilitasi nama baik, salah satunya pengakuan dari UGM bahwa memang ada proses sangat lambat dari UGM," terangnya.

Sri Wiyanti menambahkan, Komite Etik diberi waktu bekerja hingga 31 Desember 2018. "SK yang kami terima sampai 31 Desember. Doakan sebelum Natal sudah ada keputusan," imbuh Iwik.

Baca juga:

    <li><b><a href="https://kbr.id/nasional/11-2018/ugm_dituntut_akui_kekerasan_seksual_sebagai_pelanggaran_berat/98285.html">UGM Dituntut Akui Kekerasan Seksual Sebagai Pelanggaran Berat</a>&nbsp;<br>
    
    <li><b><a href="https://kbr.id/nusantara/11-2018/ugm_tak_wisuda_terduga_pelaku_kekerasan_seksual/98249.html">UGM Tak Wisuda Terduga Pelaku Kekerasan Seksual</a>&nbsp;</b><br>
    




Editor: Nurika Manan

  • Kasus Agni
  • #kitaAGNI
  • Agni
  • UGM
  • kekerasan seksual
  • kekerasan seksual di kampus

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!