KBR, Jakarta - Kejaksaan Agung bakal mengevaluasi dampak aplikasi Smart Pakem. Sejumlah fitur dalam aplikasi ini memuat informasi mengenai daftar ormas, aliran kepercayaan yang dianggap terlarang hingga nama pimpinan dan alamat.
Aplikasi yang dikelola Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta itu dianggap sejumlah kalangan bakal memicu persekusi terhadap kelompok minoritas.
Juru Bicara Kejagung, Agung Mukri mengatakan jika hasil evaluasi menunjukan bahwa sistem informasi Smart Pakem berdampak buruk, maka pihaknya akan melakukan kajian lebih dalam.
"Kita lihat lah perkembangannya. Kalau memang nanti ada hal yang bersifat negatif, itu akan dievaluasi. Kalau positif, ya akan kita lanjutkan," kata Mukri kepada KBR, Rabu (28/11/2018).
Keberadaan aplikasi itu, sebelumnya, mendapat respon negatif dari pelbagai pihak.
Baca juga:
- Aplikasi Smart Pakem Bikinan Kejati Tuai Kritik Anggota DPR
- Smart Pakem, Aplikasi Penyubur Persekusi Minoritas?
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) misalnya, menilai Smart Pakem berbahaya karena berpotensi menjadi awal dari pelanggaran HAM terhadap penganut kepercayaan tertentu. Karena itu, Komnas HAM meminta aplikasi tersebut ditutup.
Namun Mukri menegaskan, hingga kini belum ada rencana untuk menutup aplikasi.
"Ini kan dalam rangka mewujudkan kewenangan kejaksaan untuk menjalankan keamanan dan ketertiban umum. Kejaksaan ingin berkontribusi pengawasan aliran kepercayaan."
Mukri menjelaskan, Smart Pakem bisa menjadi sarana edukasi dan tempat mencari informasi publik mengenai aliran-aliran kepercayaan di Indonesia, juga yang dilarang oleh pemerintah.
Baca juga: Ini Sebab Komnas HAM Desak Kejati Cabut Aplikasi Smart Pakem
Editor: Nurika Manan