BERITA

Sidang Korupsi IUP, Gubernur Nonaktif Sultra Bantah Terima Suap

""Jaksa mengabaikan ketentuan tentang tindak pidana di bidang pertambangan yang diatur dalam pasal 165 Undang-Undang Minerba""

Sidang Korupsi IUP, Gubernur Nonaktif Sultra Bantah Terima Suap
Terdakwa kasus korupsi penyalahgunaan kewenangan untuk penerbitan izin usaha pertambangan (IUP) tambang nikel bagi PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) di Sulawesi Tenggara, Nur Alam menjalani sidang eksepsi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (27/11). (Fo

KBR, Jakarta- Gubernur Sulawesi Tenggara nonaktif, Nur Alam menganggap dakwaan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi telah mengkriminalisasi dirinya. Pengacara Nur Alam, Ahmad Rifai mengatakan, kliennya tidak menerima uang sepeserpun   dengan menerbitkan  izin usaha pertambangan (IUP) tambang nikel bagi PT Anugrah Harisma Barakah (AHB) di dua kabupaten di Sulawesi Tenggara dari 2009 sampai 2014.

Kata dia, kalaupun ada kerusakan lingkungan akibat dikeluarkannya izin tersebut, merupakan tanggung jawab perusahaan.


"Terhadap dakwaan tersebut kami sampaikan keberatan sebagai berikut, bahwa dakwaan di atas menggunakan ketentuan-ketentuan di bidang pertambangan untuk menentukan ada tidaknya sifat melawan hukum perbuatan atau penyalahgunaan kewenangan dalam penerbitan IUP pertambangan namun demikian Jaksa mengabaikan ketentuan tentang tindak pidana di bidang pertambangan yang diatur dalam pasal 165 Undang-Undang Minerba," ucapnya saat membacakan Eksepsi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (27/11).


Selain itu kata dia, Kliennya juga sama sekali tidak menerima gratifikasi apapun dari dari PT AHB dan PT Billy atas tindakannya mengeluarkan izin usaha tersebut. Kata dia, penerbitan IUP ini sudah pernah digugat di Pengadilan Tata Usaha Negara dan saat itu gugatan ditolak.


"Artinya, KPK tidak menggunakan prinsip kehati-hatian dalam proses hukum ini,” ucapnya.


Dia menambahkan, kalaupun ada kesalahan yang dilakukan oleh kliennya, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tidak berwenang mengadili perkara tindak pidana yang didakwakan kepadanya. Alasannya,  perkara tersebut merupakan ranah dari pengadilan Tindak Pidana Korupsi wilayah Kendari.


"Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) tidak mempunyai kewenangan untuk mengadili perkara atas nama Nur Alam berdasarkan dakwaan a quo," tambahnya.


Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Gubernur Sulawesi Tenggara nonaktif, Nur Alam  melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan Kepala Bidang Pertambangan Umum pada Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Sulawesi Tenggara Burhanuddin dan Direktur PT Billy Indonesia Widdi Aswindi.


Jaksa KPK, Afni Carolina mengatakan, atas perbuatannya, Nur Alam memperkaya diri sendiri sebesar Rp 2,7 miliar lebih dan juga memperkaya PT Billy Indonesia sebesar Rp 1,5 triliun.


Kata dia, tindak pidana korupsi ini terkait pemberian persetujuan pencadangan wilayah pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan Persetujuan Peningkatan IUP Eksplorasi menjadi IUP Operasi Produksi kepada PT Anugerah Harisma Barakah (PT AHB). Akibatnya perbuatannya kata dia keuangan negara dirugikan sebesar Rp 4,3 triliun rupiah lebih.


Selain itu kata dia, Nur Alam juga didakwa menerima gratifikasi sebesar 4,49 juta Dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp 40, 2 miliar lebih terkait penyalahgunaan jabatannya. Menurut dia, Penerimaan gratifikasi tersebut didapat oleh Nur Alam dari Richcorp Internasional Ltd. Uang tersebut kata dia, diinvestasikan oleh Nur Alam kedalam dua buah polis di Axa Mandiri.


Editor: Rony Sitanggang

  • Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam
  • korupsi iup

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!