HEADLINE

KPK Akui Keluarkan Sprindik Kasus KTP Elektronik, Setnov Tersangka Lagi?

KPK Akui Keluarkan Sprindik Kasus KTP Elektronik, Setnov Tersangka Lagi?

KBR, Jakarta- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan telah mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) baru dalam perkara kasus korupsi E-KTP pada akhir Oktober lalu. Juru Bicara KPK, Febri Diansyah memastikan bahwa sudah ada tersangka baru dalam korupsi proyek yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,3 triliun lebih tersebut.

Hanya saja, dia masih enggan menyebutkan siapa tersangka baru tersebut karena akan diumumkan lewat konferensi pers yang bakal digelar dalam waktu dekat.

"Jadi ada surat perintah penyidikan di akhir Oktober untuk kasus KTP elektronik ini. Itu Sprindik baru dan ada nama tersangka. Terkait dengan informasi lain yang lebih teknis misalnya soal SPDP atau soal siapa nama tersangka atau peran-peran nama yang lain kami belum bisa konfirmasi hal itu hari ini," ujarnya kepada wartawan di kantor KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (07/11).

Dia membantah KPK menggunakan cara yang berbeda dalam penetapan tersangka dalam suatu perkara korupsi pasca kalah di sidang praperadilan melawan Ketua DPR Setya Novanto beberapa waktu lalu. Kata dia, menurut putusan MK no 42, lembaga penegak hukum seperti KPK, Kepolisian dan Kejaksaan harus memberikan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) kepada pihak yang dianggap terlibat.

Febri menegaskan apabila ada SPDP yang  rsebar kepada publik terkait suatu kasus, pasti bukan   dari KPK.

Meski demikian dia masih enggan mengomentari soal kebenaran SPDP penetapan Setya Novanto sebagai tersangka korupsi e-KTP yang beredar kemarin.

"Itu pun harus kita penuhi dan penyampaian SPDP tembusan itu harus sudah dilakukan selama 7 hari. Ketika ada SPDP dalam sebuah perkara keluar dari KPK hanya satu lembar kita terbitkan tentu saja kita tidak bisa kontrol lagi surat tersebut," ucapnya.

Sebelumnya,   beredar surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dari KPK kasus Korupsi E-KTP untuk tersangka Setya Novanto ditandatangi oleh Direktur Penyelidikan KPK, Aris Budiman.   SPDP yang bertanggal  3 November 2017 itu menyebutkan bahwa penyidikan kasus dugaan korupsi e-KTP dengan tersangka Novanto sudah dimulai sejak 31 Oktober 2017.

Di dalam surat itu juga, Novanto diduga telah melakukan korupsi bersama-sama Anang Sugiana Sudiharjo, Andi Agustinus, Andi Narogong, Irman, dan Sugiharto.

Hari ini, sejumlah anggota DPR dan bekas anggota DPR memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi. Mereka adalah Ketua Bidang Hukum DPP Partai Golkar Rudi Alfonso, Politisi partai Golkar Khaeruman Harahap dan Agun Gunanjar, Politisi Partai Amanat Nasional Teguh Juwarno serta tersangka Pemberi Keterangan Palsu sekaligus Politisi Partai Hanura Miryam S Haryani.

Dari ke lima orang tersebut hanya Rudi Alfonso dan Miryam S Haryani yang sempat menjawab pertanyaan wartawan soal diperiksa untuk siapa. Meski singkat dan sangat terburu-buru, Rudi mengaku hari ini diperiksa untuk kasus Setya Novanto.

Sementara itu Pengamat Hukum Pidana Universitas Trisakti, Yenti Ganarsih mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seharusnya tak akan kalah jika nantinya Setya Novanto mengajukan praperadilan kembali atas Sprindik yang ditujukan kepadanya. Menurut Yenti, KPK harus sudah memiliki barang bukti yang pas dan strategi untuk melawan Setnov di Praperadilan.

Yenti mengatakan jika pada saat praperadilan terdahulu KPK kalah karena masalah barang bukti, maka dengan waktu yang cukup lama sejak KPK menersangkakan Setnov dulu hingga saat ini, seharusnya tidak ada lagi kesalahan yang dilakukan KPK apalagi mengenai barang bukti.

"Sementara inikan ada jeda waktu lama dibandingkan pada waktu dia (Setnov) dijadikan tersangka itu, jadi semestinya KPK sudah memiliki pengembangan yang lebih kuat. Jadi selama dia dijadikan tersangka sampai dengan mengajukan praperadilan mestinya KPK sudah mengumpulkan bukti-bukti lain. Nah itulah yang sekarang dijadikan dasar mentersangkakan, kalau sampai berani mentersangkakan lagi mestinya itu (KPK) ada buktinya, mestinya tidak akan kalah di praperadilan," ujar Yenti, saat dihubungi KBR, Selasa (07/11/2017).

Kuasa Hukum Setya Novanto, Fredrich Yunadi mengancam akan mempidanakan KPK. Alasannya,  KPK dianggap membangkang terhadap hasil keputusan praperadilan yang membatalkan penetapan Setnov sebagai tersangka. 

"KPK jelas bersalah. Praperadilan kan putusan hukum, KPK melawan tidak? Melawan. Wajib tidak KPK masuk penjara? Wajib. Kan simpel. Tidak perlu dibuktikan. Memang banyak orang takut, saya tidak pernah takut," tegas Fredrich saat diwawancara di kantornya, Jalan Sultan Iskandar Muda, Gandaria, Jakarta Selatan, Selasa (7/11/17).

Fredrich menegaskan bahwa putusan praperadilan sudah sangat jelas menyatakan  penetapan tersangka Setya Novanto  tidak sah. Kedua, memerintahkan termohon KPK menghentikan penyidikan sebagaimana sprindik nomor 113/01/10/2017.

"Berarti kasus menyangkut e-KTP itu tidak boleh disentuh. Itukan perintah pengadilan," ujarnya.

Dia juga mengaku bahwa landasan yang dimiliki KPK menyangkut bukti-bukti yang dimiliki untuk menindaklanjut kasus Setnov tidak akurat.

"Novumnya dari mana? Kalau pun dari FBI, saya pidanakan mereka lebih lagi. Tidak ada yang namanya Mutual Legal Assistance (MLA) Agreement. Tidak ada perjanjian timbal balik hukum antara Amerika. Yang bisa mengadakan perjanjian hukum hanya antara Menteri Hukum dan HAM  dan Menteri Luar Negeri, dan dengan justice department dari Amerika. Jadi kalau ada kerja sama, itu berat lho, itu bisa kena pengkhianat negara. Kita ini negara hukum bukan negara kekuasaan," dalihnya.

Editor: Rony Sitanggang

  • Setya Novanto
  • Juru Bicara KPK Febri Diansyah
  • Kuasa Hukum Setya Novanto
  • Fredrich Yunadi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!