HEADLINE

Jadi Tersangka Lagi, Setnov Ajukan Uji Materi UU KPK

"Di KPK, Generasi Muda Golkar demo minta Setya Novanto Ditahan"

Jadi Tersangka Lagi, Setnov Ajukan Uji Materi UU KPK
Massa yang tergabung dalam Generasi Muda Golkar melakukan unjuk rasa di depan gedung KPK, Jakarta, Senin (13/11). (Foto: Antara)

KBR, Jakarta- Ketua DPR Setya Novanto mengajukan mengajukan permohonan uji materi dua pasal Undang-undang KPK ke Mahkamah Konstitusi.  Melalui kuasa hukumnya, Fredrich Yunadi, Novanto  mengajukan  uji materi  Pasal 46 ayat 1 dan 2, dan Pasal 12 ayat 1 huruf b Undang-Undang KPK nomor 30 tahun 2002.

Pasal 46 mengatur tentang kewenangan KPK dalam melakukan penyidikan yang di dalamnya mengatur soal pemeriksaan tersangka, sementara Pasal 12 mengatur tentang wewenang KPK dalam melakukan pencegahan seseorang keluar negeri.

Menurut Frederich, dua pasal itu bertentangan dengan tiga aturan lain yang ada. Aturan-aturan tersebut adalah Undang-undang Dasar Tahun 1945 nomor 20 a ayat 3 soal hak imunitas anggota DPR, UU MD3 nomor 8 Pasal 80 f, dan UU MD3 224 ayat 5, yang oleh MK melalui putusan nomor 76 tahun 2014, menyatakan bahwa pemanggilan anggota MPR, DPR, DPRD, DPD, wajib meminta izin dari presiden.


"Demikian kami sekarang menyatakan bahwa klien kami akan menunggu putusan dari Mahkamah Konstitusi untuk menentukan sikap apakah beliau bisa ditabrak, atau bisa dikesampingkan hak imunitasnya pak Setya Novanto selaku Ketua DPR, atau dinyatakan bahwa wewenang KPK bisa mengesampingkan atau melangkahi UUD 45," kata Frederich di Gedung MK, Jalan Merdeka Barat, Senin (13/11).


Dengan pengajuan permohonan ini, Novanto tidak akan memenuhi pemanggilan KPK sampai adanya keputusan dari MK mengenai dua pasal tersebut. Frederich tidak bisa menduga lamanya proses hukum di MK ini. Tapi dia menegaskan, langkah tersebut hanya untuk membela hak konstitusional kliennya.


Menurut dia, Novanto memiliki hak imunitas yang diatur dalam undang-undang. Karena itu, KPK hanya bisa memanggil Novanto bila mendapat izin dari presiden Joko Widodo.


Sebelumnya, Novanto telah mengambil tiga langkah hukum terkait dugaan keterlibatannya dalam kasus korupsi e-KTP. Yang pertama, dia sudah memenangi sidang praperadilan soal penetapannya sebagai tersangka.


Kedua, Novanto  mengajukan gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara terkait keputusan Dirjen Imigrasi atas pencegahan dirinya bepergian ke luar negeri. Ketiga, dia telah melaporkan dua pemimpin KPK, Agus Rahardjo dan Saut Situmorang, ke Bareskrim Polri atas tuduhan pembuatan surat palsu atau penyalahgunaan wewenang.


Novanto hari ini mangkir dari panggilan KPK sebagai saksi atas tersangka Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo dalam kasus korupsi pengadaan proyek e-KTP, dia menolak memenuhi panggilan KPK. Dia beralasan, KPK harus mengantongi izin dari Presiden Joko Widodo untuk memeriksa dirinya. Alasan tersebut dia sampaikan dalam surat yang dikirimkan ke KPK. Surat itu bertanda kop DPR dan ditandatangani Ketua DPR.

red

(Jaksa menunjukkan transkrip perbincangan antara Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Sugiharto dan Johannes Marliem dalam sidang lanjutan kasus korupsi KTP-el di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (13/11). Dalam rekaman pembicaraan  terungkap   Setya Novanto mendapat jatah Rp 60 miliar ) 


Sementara itu Wakil Ketua  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Laode M Syarif mengatakan jika dalam pemanggilan berikutnya  Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Setya Novanto masih mangkir maka KPK akan melakukan pemanggilan paksa terhadap Setnov. 

"Yang penting kita sudah memanggil, saya lupa panggilan ke dua atau ketiga. Kalau sudah panggilan ke tiga, apabila tidak hadir lagi nanti, KPK berdasarkan hukum bisa memanggil dia dengan paksa,tapi mudah-mudahan dia kooperatif," ujar Laode kepada wartawan, di gedung KPK, Senin (13/11/2017).

Laode  mengatakan KPK mulai menghitung pemanggilan Setnov sebagai tersangka, terlepas dari pemanggilan setnov sebagai saksi. Ia mengatakan, pemanggilan paksa tersebut akan dilakukan jika benar-benar terdesak dan Setnov tidak kooperatif untuk memenuhi panggilan.

 

Laode mengatakan pemanggilan harus dengan izin presiden sebagai   mengada-ada. Kata dia,   putusan  MK   tidak mewajibkan.

 

"(Pemanggilan harus melalui presiden?). Tidak sama sekali, KPK tidak harus minta izin dari presiden, itu juga ada putusan MK tidak mewajibkan adanya izin dari presiden. jadi itu alasan mengada-ada, pertama bahwa beliau pernah hadir beberapa kali dipanggil sebelumnya, beliau hadir tanpa surat izin presiden kenapa saat ini kami harus dapat izin presiden?" Tanya Laode.


Sementara itu puluhan  aktivis Generasi Muda Golkar mendatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), meminta agar status hukum Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto ditingkatkan dan dikhususkan penanganan nya. Juru bicara Generasi Muda Golkar  Ahmad Marzuki  meminta agar KPK benar-benar mempersiapkan strategi untuk menjerat Novanto dan tak kalah lagi dalam persidangan.

 

Marzuki juga mengatakan agar KPK mempersiapkan tim kesehatan untuk  memeriksa  Setnov. 

 

"Ini menjadi sebuah kejanggalan bagi kami, apakah benar sakit atau tidak jika benar-benar sakit maka KPK harus membawa dokter, memeriksa penyakit dari Setya Novanto, apakah benar berpenyakit atau pura-pura itu ketika dia bohong dan mangkir hukum, ketika dia mangkir maka dia harus dijerat pasal berlapis pembohongan publik," ujar Marzuki kepada KBR, Senin (13/11/2017).


 

Kata dia, setlah ditetapkan kembali  sebagai tersangka oleh KPK seharusnya Setnov   turun dari jabatannya. Alasannya   sudah memberi contoh yang tidak baik dan tidak amanah sebagai pemimpin yang dipilih untuk mewakili rakyat.


Menanggapi itu Wakil Ketua DPR, Agus Hermanto mangatakan, pemberhentian Setya Novanto sebagai Ketua DPR tergantung keputusan Fraksi Partai Golkar sebagai pengusungnya. Menurut Agus, penetapan Novanto sebagai tersangka dugaan korupsi proyek KTP elektronik oleh KPK tidak mengganggu kinerja Pimpinan. Sebab pengambilan keputusan  bersifat kolektif kolegial.


Namun, kata Dia, dalam Undang-undang tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (UU MD3) ada aturan mengenai pemberhentian langsung Pemimpin DPR. Salah satunya karena berhalangan tetap sebagai anggota DPR selama tiga bulan berturut-turut.


"Kita ketahui pemimpin bisa diganti secara langsung apabila berhalangan tetap. Terkena kasus hukum dalam posisi sudah inkrah dan tentunya hal-hal yang berhalangan tetap misalnya sakit sehingga tak bisa melakukan kegiatan," kata Agus di Komplek Parlemen RI, Senin (13/12/17).


Agus enggan mengomentari apakah penetapan Novanto sebagai tersangka dugaan korupsi e-KTP sebanyak dua kali merusak citra legislatif. Ia hanya mengatakan, segala sesuatunya diserahkan kepada mekanisme yang berlaku.


"Menyerahkan sepenuhnya ke KPK dalam proses hukum yang ada. Untuk penggantian   itu yang mempunyai kewenangan fraksi yang bersangkutan dan sudah ada aturan-aturannya," kata Agus.


KPK mengumumkan penetapan Ketua DPR Setya  Novanto sebagai tersangka dugaan korupsi proyek KTP elektronik dalam konferensi pers pada  Jumat (10/11/17). Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang mengatakan, lembaganya memiliki alat bukti yang cukup soal keterlibatan Ketua Umum Partai Golkar tersebut. Novanto diduga bekerja sama dengan Anang Sugiana Sudihardjo, Andi Agustinus, Irman, dan Sugiaharto dalam korupsi e-KTP.


Editor: Rony Sitanggang

  • Ketua DPR Setya Novanto
  • praperadilan setya novanto

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!