BERITA

Ikan Senilai Rp9 Triliun Hilang Per Tahun Dari Maluku Utara

Ikan Senilai Rp9 Triliun Hilang Per Tahun Dari Maluku Utara

KBR, Ternate- Hasil penelitian akademisi Universitas Muhammadiyah Maluku Utara, Muhlis Hafel, menyatakan pemerintah provinsi maluku utara kehilangan sumber daya ikan hingga Rp9 triliun akibat pencurian nelayan asing. Menurutnya, pencurian terbesar terjadi di Kabupaten Pulau Morotai.

Karena itu, ia mendesak pemerintah provinsi maluku utara untuk mengambil langkah-langkah taktis untuk mencegah pencurian ikan tersebut.


"Hasil penelitian saya kemarin mohon maaf sudah berulang kali saya sebutkan karena ini terlalu banyak di Morotai itu kehilangan ikan per tahun Rp9 triliun, kalau kita banding dengan APBD Maluku Utara, APBD berapa Rp 2,3 triliun. Nah kalau dana hilang sekitar Rp9 Triliun, saya bandingkan dengan Natuna yang hanya Rp5 triliun itu berarti lebih besar Maluku Utara," jelasnya.


"Nah kalau itu yang terjadi maka pertanyaanya apa yang sebenarnya menyebabkan sehingga itu terjadi, hasil penelitian saya juga membuktikan bahwa ternyata kehilangan ikan itu disebabkan oleh diistilahkan ada perusahaan namanya perusahaan ali baba, ahlinya di Filipina babanya di Indonesia namanya perusahaan kali kong dilakukan oleh aparat saya nda tau aparat mana tapi ada."


Untuk mengatasi persoalan itu, lanjut Muhlis, beberapa waktu lalu Pemprov Provinsi Maluku Utara membuat program namanya Lumbung Ikan Nasional di Maluku Utara. Namun, menurut Ketua Komisi I DPRD Provinsi Maluku Utara, Wahda Zainal Imam, pemerintah provinsi lemah dalam menyambut dua kebijakan program pemerintah pusat. Program itu adalah program Lumbung Ikan Nasional (LIN) dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Kabupaten Pulau Morotai. Menurutnya, kedua program nasional itu hingga saat ini tak tampak di Maluku Utara.

Editor: Sasmito 

  • ilegal fishing
  • maluku utara

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!