BERITA

BBM Naik, Buruh Minta UMP Direvisi

BBM Naik, Buruh Minta UMP Direvisi

KBR, Jakarta - Belum  reda keriuhan pembahasan UMP DKI Jakarta, buruh dan pengusaha harus berhadapan dengan persoalan baru, kenaikan BBM bersubsidi.  Pemerintahan Joko Widodo baru-baru ini menaikkan harga BBM bersubsidi RP 2.000 per liter. Sebagian buruh kebakaran jenggot, “Kami minta besaran KHL direvisi karena adanya kenaikan BBM ini,” kata anggota Dewan Pengupahan DKI Jakarta dari perwakilan buruh Dedi Hartono dalam Program Daerah Bicara KBR.


Menurut Dedi, kebijakan Jokowi menarik  subsidi BBM merupakan kebijakan yang tidak pro rakyat kecil. “ Kebijakan itu termasuk tidak pro buruh yang kebanyakan pengguna kendaraan bermotor,” kata Dedi. Buruh lebih memilih menggunakan kendaraan priobadi seperti sepeda motor ketimbang angkutan umum agar tiba tepat waktu. Kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi tersebut berdampak parah untuk buruh, karena kompensasi yang diberikan oleh Jokowi tidak menyentuh kelompok ini. “Karena sebagian besar buruh kalangan menengah, bukan kalangan bawah,” imbuhnya.


Menanggapi kenaikan harga BBM bersubsidi, Sarman Simanjorang, Anggota Dewan Pengupahan DKI dari unsur pengusaha angkat bicara. DIa  mengaku sudah memprediksi langkah pemerintah itu. “Isunya sudah lama karena memang pemerintah defisit akibat subsidi BBM. Tapi kami tidak tahu besaran pastinya kenaikan tersebut,” ujar Sarman. Hal ini menurut dia yang membuat pembahasan KHL dan UMP DKI makin alot.


Sarman menambahkan, pihaknya menghormati keputusan pemerintah meski tak memungkiri bahwa mereka juga terkena imbas dari kenaikan harga  BBM bersubsidi. “Kita hormati saja keputusan Jokowi. Kebijakan tersebut kan sudah diimbangi dengan berbagai kompensasi seperti kartu sehat dan kartu pintar,” ujar Sarman. 


Terkait kebutuhan buruh yang tidak diakomodasi oleh kompensasi, Sarman menyarankan agar para buruh membahas hal itu dengan perusahaan masing-masing secara bipartit. “Pembahasan soal UMP seharusnya sudah selesai karena selanjutnya kita akan membahas upah sektoral,” ujarnya.  Menurutnya, pembahasan bipartid lebih tepat karena kemampuan tiap perusahaan berbeda.  Sarman juga menyarankan agar para buruh lebih memilih angkutan umum untuk pergi ke tempat kerjanya. “Di beberapa perusahaan sudah disediakan bus karyawan,” ungkap Sarman.


Anggota Dewan Pengupahan dari unsur buruh Dedi Hartanto berbeda pendapat. Ia meminta pemerintah daerah perlu dilibatkan sebagai mediator dalam penetuan upah buruh. Kalau perlu, Pemprov DKI menerbitkan Pergub soal upah  buruh. “Agar lebih mengikat perusahaan,” ujarnya. 

Dedi juga mendesak pembahasan upah buruh selesai di tingkat tripartit dengan Pemprov. “Jangan dibahas lagi saat penentuan upah sektoral, supaya tidak berkepanjangan pembahasannya,” jelasnya.


Anggota Dewan Pengupahan dari unsur pengusaha Sarman Simanjorang minta agar polemik dampak kenaikan BBM bersubsidi terhadap upah buruh tidak didiamkan pemerintah. “Pemerintah jangan berpangku tangan saja melihat buruh tiap tahun susah payah turun ke jalan untuk tuntut upah layak,” tegasnya. 


Menurut Sarman, pemerintah harus buat terobosan dalam peraturan pengupahan. “Harus segera dibuat karena sebentar lagi sudah diberlakukan pasar bebas ASEAA,” ujar Sarman. Bila perusahaan dan buruh masih bergelut soal upah yang layak, Sarman khawatir lapangan kerja di dalam negeri akan dicaplok para buruh dari negara tetangga. “Mereka orang Vietnam dan Filipina sudah mulai belajar bahasa Indonesia untuk hadapi MEA tahun depan,” pungkasnya.


Editor: Sutami


  • Daerah Bicara
  • Kenaikan UMP
  • BBM
  • Buruh

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!