BERITA

Pengusaha: Pembatasan Merek dan Kemasan Rugikan Konsumen

""Kalau kemasannya sama semua, maka saya kehilangan hak saya sebagai konsumen untuk mencari produk yang saya inginkan dengan uang yang saya belanjakan.""

Astri Septiani

Pengusaha: Pembatasan Merek dan Kemasan Rugikan Konsumen
Petugas toko menata barang di sebuah tempat perbelanjaan retail di Jakarta, Jumat (13/9/2019). (Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja)

KBR, Jakarta - Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) menolak wacana pembatasan merek pada kemasan produk makanan dan minuman.

Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik dan Hubungan Antar Lembaga, GAPMMI Rachmat Hidayat menilai wacana itu tidak ada urgensi dan manfaatnya.  


Ia menyebut kebijakan tersebut bisa berpotensi membuat konsumen kebingungan dan penjualan turun.


"Kalau kemasan itu diseragamkan, jelas konsumen akan bingung. Lalu konsumen juga akan kekurangan informasi. Misalnya, saya sebagai konsumen dengan duit yang saya belanjakan harus tahu ini saya belikan untuk produk macam apa," kata Rachmat di Gedung Apindo, Jakarta (2/10/2019).


"Salah satu informasinya saya dapatkan dari label kemasan. Kalau kemasannya sama semua, maka saya kehilangan hak saya sebagai konsumen untuk mencari produk yang saya inginkan dengan uang yang saya belanjakan," tambah Rachmat.


Meski begitu Rachmat belum bisa menghitung berapa kira-kira kerugian yang akan dialami produsen makanan dan minuman jika wacana tersebut terealisasi.


Dia mengatakan pembatasan merek akan membuat produsen susah berkreasi dan berkompetisi satu sama lain.


Menurutnya, konsumen juga memiliki hak memilih produk yang diinginkan. Terlebih produsen makanan dan minuman selalu menuliskan informasi kandungan gizi dan nutrisi di setiap kemasan.


Wacana pembatasan merek pada kemasan itu dibahas dalam diskusi bertema "Tren Pembatasan Merek dan Kemasan Global" di Gedung APINDO, Jakarta.


Dalam diskusi itu, pengusaha membincangkan tren pembatasan merek (brand restriction) dan kemasan polos (plain packaging) yang kini juga mulai diberlakukan di Indonesia.


Sejumlah negara mulai menerapkan pembatasan merek seperti Kanada, Chile dan  Afrika Selatan.


Sementara, kebijakan kemasan polos terlihat terlihat pada penjualan produk tembakau atau rokok di Australia dan sejumlah tempat lain.


Pembatasan merek dapat diterapkan dengan berbagai cara, diantaranya dalam bentuk gambar peringatan dan penyeragaman pada kemasan.


Kebijakan pembatasan merek di Indonesia disinyalir akan mengalami kondisi Slippery Slope, dimana perluasan kebijakan ini akan menyasar bidang usaha lain yaitu produk konsumsi.


Slippery Slope mencerminkan kemungkinan perluasan aturan ke produk-produk yang dianggap merugikan kesehatan publik, seperti makanan yang mengandung lemak, gula atau garam.


Editor: Agus Luqman 

  • GAPMMI
  • pembatasan merek
  • merek terdaftar
  • hak cipta

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!