BERITA

Ombudsman RI Peringatkan Potensi Maladministrasi Pada Kabinet Baru Jokowi

Ombudsman RI Peringatkan Potensi Maladministrasi Pada Kabinet Baru Jokowi

KBR, Jakarta - Ombudsman RI ingatkan ada potensi maladministrasi pada kabinet Jokowi-Amin. Potensi itu terkait beberapa perubahan, seperti nomenklatur, pembentukan organisasi baru, dan pembentukan formasi bagi pejabat baru serta nama-nama baru menteri yang bertugas membantu kerja Presiden.

Anggota Ombudsman RI Adrianus Meliala mengatakan perlu ada kerja-kerja administrasi yang rumit, panjang, dan melelahkan oleh birokrasi guna menyusun struktur organisasi tata kerja (SOTK) dan prosedur kerja yang baru.


Selain itu, kata Adrianus, harus ada penyelesaian masalah-masalah yang bakal muncul, mulai dari migrasi data, migrasi sumber daya manusia (SDM), hingga migrasi aset harmonisasi peraturan atau ketentuan.


Adrianus mengingatkan perlu adanya penentuan ulang Rencana Strategis Pemerintah (renstra) mengingat terdapat visi politik Presiden Jokowi yang juga berubah dibanding periode sebelumnya.


"Bayangkan, waktu yang lalu ketika Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membutuhkan waktu untuk menyatukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kementerian Kehutanan menjadikan satu Kementerian yang sinergis. Bayangkan, kalau kemudian ada nomenklatur baru. Alhasil membutuhkan waktu bertahun-tahun sampai mereka bisa bekerja dengan baik, sampai ada perpaduan SDM, penyatuan peraturan, macam-macam," ucap Adrianus di Kantor Ombudsman RI, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu, (23/10/2019).


Adrianus menambahkan, Ombudsman RI tidak mengharapkan terjadinya keterlambatan kesalahan pelanggaran ketidakpatutan dan sebagainya atau dikenal dengan sebutan maladministrasi pada kabinet baru ini. Terutama, terkait perubahan nomenklatur pembentukan organisasi baru dan pembentukan formasi bagi pejabat baru.


Ombudsman RI mengingatkan Presiden Joko Widodo bahwa pembentukan struktur baru, penghapusan struktur, maupun perubahan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) pada struktur yang sudah ada dapat berpotensi menimbulkan tumpang tindih pada satu sisi dan kekosongan pada sisi lain.


Karena itu, Ombudsman menyarankan agar menghindari potensi itu sedini mungkin.


Untuk kementerian yang digabung, Adrianus mengatakan, pejabat yang ditunjuk harus menghindari ego sektoral yang pasti muncul. Ego sektoral, kata Adrianus, selama ini dianggap menyulitkan pengambilan keputusan perihal siapa yang berwenang terhadap sesuatu, khususnya menyangkut otoritas penyelenggaraan suatu jenis layanan publik.


Adrianus menyarankan agar waktu yang dibutuhkan untuk menghitung ulang kebutuhan anggaran pasca-pembentukan kabinet baru tidak berkepanjangan. Jika berkepanjangan, itu bisa mengganggu kegiatan mulai dari perencanaan, persiapan, hingga pemberian layanan kepada publik.


Padahal, kata Adrianus, Presiden Jokowi dalam pidatonya sudah menekankan tugas birokrasi adalah making delivery (memastikan sampainya program ke masyarakat).


Selain itu, ketidakjelasan anggaran juga berpotensi menimbulkan keterlambatan pemberian gaji bagi ASN yang ditempatkan pada suatu instansi.


Adrianus menambahkan penempatan aparatur sipil negara (ASN) baik pada Kementerian yang digabungkan maupun yang ditempatkan pada kementerian baru bisa menimbulkan masalah menyangkut ketersediaan formasi pegawai.


Editor: Agus Luqman 

  • Jokowi
  • Presiden Jokowi
  • Kabinet Jokowi-Amin
  • kabinet indonesia maju
  • Kabinet Kerja II
  • kabinet jokowi
  • Ombudsman RI
  • Presiden Joko Widodo
  • joko widodo
  • pelantikan menteri

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!