BERITA

Meski Mahfud MD Masuk Kabinet, Penyelesaian Kasus HAM Tetap Berat

Meski Mahfud MD Masuk Kabinet, Penyelesaian Kasus HAM Tetap Berat

KBR, Jakarta - Presiden Joko Widodo menunjuk ahli hukum tata negara Mahfud MD sebagai Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan.

Meski begitu, penunjukan Mahfud MD itu dianggap tidak menjamin pemerintah bisa cepat menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat masa lalu.


Ketua Divisi Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur mengatakan tugas Mahfud di Kemenko Polhukam tidak teknis dan spesifik seperti menteri hukum atau jaksa agung.


"Menko Polhukam itu tidak lebih kuat dibanding Menkum HAM dalam eksekusi-eksekusinya. Karena tidak mungkin Presiden mengutus menjadi menteri untuk membahas bersama DPR. Pasti yang diutus adalah menteri-menteri teknis, seperti menteri hukum dan HAM, menteri PAN RB. Jadi jangan dibebankan ke Menko tapi ke Presidennya," kata Muhammad Isnur di Kantor Kontras, Jakarta, Kamis (24/10/2019).


Isnur juga menilai, jalan Mahfud MD menjadi koordinator menteri bidang hukum dan HAM akan berat karena ada posisi menteri yang ditempati terduga pelanggar HAM.


Maka dari itu, Isnur mendorong penyelesaian HAM juga harus didukung oleh komitmen Presiden.


Ia pun mendesak Presiden Jokowi untuk memberikan perintah yang lebih spesifik dan serius dalam penyelesaian kasus HAM. Misalnya dengan memerintahkan Jaksa Agung dan kementerian terkait mengusut tuntas HAM masa lalu.


"Ini bola ada di Presiden, instruksinya harus jelas!" katanya.


Di sisi lain, menanggapi penunjukan Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan, Isnur merasa pesimis kasus HAM masa lalu di Indonesia akan terungkap.


Baca juga:

Isu HAM jadi komoditas


Sementara itu, keluarga korban pelanggaran HAM mengecam keputusan Presiden Joko Widodo menunjuk Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai menteri pertahanan.


Anggota Jaringan Solidaritas Korban untuk Keadilan (JSKK) Maria Katalina Sumarsih  mengatakan penunjukan Prabowo menyakiti keluarga serta korban kasus HAM masa lalu.


Ia menilai, kasus pelanggaran HAM berat hanya dijadikan komoditas politik dalam Pilpres 2019.


"Terhadap Prabowo yang diangkat menjadi Menteri Pertahanan, kenyataannya memang dalam kasus-kasus pelanggaran HAM berat selalu dijadikan komoditas politik dari pemilu ke pemilu dan hanya dipergunakan untuk meraup suara ketika sudah menjadi presiden," kata Maria Katalina Sumarsih  di Kantor Kontras, Jakarta, Kamis (24/10/2019).


Ia menilai dengan diangkatnya Prabowo sebagai menteri malah akan memberikannya perlindungan hukum. Selanjutnya ia mengatakan jika Presiden Jokowi peduli dengan nilai-nilai kemanusian, maka Presiden Jokowi harus mencabut surat pengangkatan Prabowo sebagai Menhan. Sebab ada dugaan Prabowo terlibat dalam kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Maria juga meminta Presiden Jokowi menugasi menko polhukam untuk menindaklanjuti 7 instruksi presiden pada saat pidato di tangga istana presiden, khususnya di bidang penegakkan hukum dan hak asasi manusia yg ditugaskan kepada menko polhukam.


"Ketiga adalah menugasi jaksa agung utk segera menindaklanjuti berkas penyelidikan komnas ham terhadap kasus2 pelanggaran ham berat masa lalu," katanya.


Menurut catatan Kontras, nama Prabowo Subianto masuk dalam terduga pelanggar HAM di masa Orde Baru. Prabowo dianggap bertanggung jawab atas penculikan dan penghilangan secara paksa aktivis tahun 98. Namun hingga kini belum ada pengadilan HAM yang dilakukan terkait kasus tersebut.


Editor: Agus Luqman 

  • Mahfud MD
  • Menkopolhukam
  • Menko Polhukam
  • YLBHI
  • HAM
  • Kasus Pelanggaran HAM
  • Kasus Pelanggaran HAM masa lalu
  • kasus HAM
  • KKR

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!