BERITA

Jaksa Agung Janji Prioritaskan Kasus HAM dan Korupsi

Jaksa Agung Janji Prioritaskan Kasus HAM dan Korupsi
Jaksa Agung ST Burhanuddin di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (25/10/2019). (Foto: KBR/Kevin Chandra)

KBR, Jakarta - Jaksa Agung ST Burhanuddin berjanji bakal memasukkan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) sebagai prioritas dalam 100 hari kerja.

ST Burhanuddin mengatakan, saat ini Kejaksaan Agung sedang melakukan pendalaman bukti-bukti.


"Tentu nanti kita akan membuat skala prioritas, dan itu termasuk program prioritas. Tetapi untuk kasus HAM ini kan masih alot. Belum memenuhi syarat materil formil. Tentu akan kita clear-kan berkas. Apabila syarat formil materil tidak terpenuhi, ya nuwun sewu, berkas kita kembalikan," ujar ST Burhanuddin di Kejaksaan Agung, Jumat(25/10/2019)


Jaksa Agung ST Burhanuddin menyebut, selain kasus-kasus pelangaran HAM berat, Kejaksaan juga akan memprioritaskan penyelesaian kasus korupsi.


Pembuktian kasus korupsi akan dimulai dari penyidikan yang dilakukan secara maksimal untuk mencegah kasus terbengkalai. Selain itu pencegahan akan terus diupayakan agar korupsi tidak merajalela.


Sementara itu, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD, membuka peluang adanya Undang-undang Rekonsiliasi untuk permasalahan HAM berat masa lalu.


Menurut Mahfud, rekonsiliasi memang menjadi salah satu upaya untuk menyelesaikan kasus semacam itu.


Baca juga:

Makin kelam


Pemerintahan periode kedua Presiden Joko Widido dinilai akan makin kelam terkait persoalan hukum dan HAM yang belum selesai.


Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menilai Presiden Jokowi mengabaikan, melupakan dan tak peduli dengan persoalan hukum dan HAM.


Menurut Asfinawati, sinyal ketidakpedulian itu terlihat jelas dari tak disebutnya persoalan hukum dan HAM di pidato pascapelantikan presiden, Minggu (20/10/2019), serta kemungkinan besar pemilihan menteri dengan rekam jejak bermasalah.


"Ini semua akibat barter politik. Misalnya dengan sadar, Pak Jokowi memilih orang-orang yang disinyalir memiliki hubungan dengan pelanggaran HAM di masa lalu. Nggak mungkin Pak Jokowi tidak mempunyai penasihat yang tidak memberitahu hal ini. Jadi ini pasti suatu kesengajaan. Kalau bukan untuk barter politik, untuk apa lagi? Harusnya orang-orang yang dijadikan menteri itu, untuk posisi kunci hukum dan HAM adalah orang-orang yang punya rekam jejak baik. Tidak punya rekam jejak yang mendiskreditkan hak asasi manusia, atau tidak pernah mempunyai rekam jejak menolak penegakan hukum," kata Asfinawati kepada KBR, Senin (21/10/2019).


Ketua YLBHI Asfinawati mengungkapkan, menteri bidang hukum dan HAM, kapolri, jaksa agung haruslah orang-orang yang terbebas dari kasus-kasus pelanggaran hukum, HAM dan korupsi.


Ia mengkhawatirkan nasib penegakan hukum dan HAM di Indonesia ke depan. Pemerintahan Jokowi periode pertama juga dianggap mengabaikan persoalan hukum dan HAM.


"Pada periode sebelumnya kritikan sangat kuat adalah tidak diperhatikannya hukum dan HAM. Pada saat itu saya ingat, orang-orang di sekeliling Pak Jokowi mengatakan, itu akan dilakukan pada periode kedua. Periode pertama fokus pada pembangunan. Ternyata di periode kedua sama juga. Ini ada kebohongan publik dua kali sebetulnya yang sudah disajikan kepada kita semua," ujarnya.


Asfinawati menduga pemerintahan Jokowi ke depan bakal menjadi pemerintahan yang tak menyukai penegakan HAM dan pemberantasan korupsi.


Ia mengingatkan Jokowi akan janji menyelesaikan kasus-kasus HAM masa lalu, menghentikan kriminalisasi aktivis, menyelesaikan konflik agraria, lingkungan, menyelesaikan konflik di Papua dan lebih berkomitmen akan pemberantasan korupsi.


Editor: Agus Luqman 

  • HAM
  • Kasus Pelanggaran HAM
  • Kasus Pelanggaran HAM masa lalu
  • kasus HAM
  • Jaksa Agung
  • ST Burhanuddin
  • KKR
  • Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!