KBR, Jakarta - Istana Kepresidenan menyebut penerbitan Peraturan Presiden Pengganti Undang-undang (Perpu) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan keputusan yang sulit bagi Presiden Joko Widodo. Ibaratnya seperti memakan buah simalakama, "dimakan bapak mati, tak dimakan ibu mati".
Kepala Staf Presiden Moeldoko mengatakan, Jokowi harus mempertimbangkan semua pendapat, baik dari masyarakat maupun partai politik. Untuk itu, ia pun meminta mahasiswa tidak memaksakan kehendak agar Jokowi menerbitkan Perpu KPK sebelum 16 Oktober 2019, dengan mengancam kembali melakukan aksi demonstrasi.
"Semua nanti akan dikalkulasi. Kemarin saya pesan kepada mahasiswa, jangan pakai "bahasa pokoknya"-lah, kita itu memikirkan negara itu persoalannya besar, semua harus dipikirkan, semua harus didengarkan. Jadi Presiden itu banyak yang harus didengarkan. Ada partai politik, ada masyarakat yang lain, ada mahasiswa, ada berbagai elemen masyarakat," kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (4/10/2019).
Moeldoko mengklaim, Istana tidak pernah menutup diri dari berbagai masukan mahasiswa dan masyarakat. Ia memastikan, Jokowi akan mempertimbangkan semua aspirasi mahasiswa tentang UU KPK, seperti yang didemonstrasikan pekan lalu. Namun Moeldoko juga meminta mahasiswa memahami keputusan Jokowi soal UU KPK yang tidak akan bisa memuaskan semua pihak.
Sebelumnya, sejumlah mahasiswa dari beberapa universitas di Jakarta mendesak pemerintah segera menerbitkan Perpu KPK dengan tenggat 16 Oktober 2019. Tenggat waktu tersebut persis sebulan setelah UU KPK disahkan DPR, 17 September 2019, dan akan otomatis berlaku meski tanpa tanda tangan Presiden. Jika tuntutan tersebut tidak dipenuhi, mahasiswa mengancam kembali menggelar demonstrasi dengan massa lebih besar, dibandingkan demonstrasi 23-25 September 2019 lalu.
Editor: Fadli Gaper