INTERMEZZO

Rombongan Peace Train Belajar Toleransi dari Suku Baduy

Rombongan Peace Train Belajar Toleransi dari Suku Baduy

KBR, Jakarta - Perbedaan pandang juga keyakinan belakangan kian sering digunakan sebagai 'alat' untuk memancing peperangan. Sebagian orang sangat gemar mengagung-agungkan kebenaran versi kelompoknya dan, menepikan kelompok lain. Tapi jauh dari ingar-bingar perebutan klaim kebenaran sebagian kelompok--utamanya pada kelompok agama--ada yang masih teguh pada ajarannya sendiri. Yakni, para penganut kepercayaan lokal. Mereka berpegang pada prinsip utama, menjadi manusia yang menjaga keseimbangan. Bukan saja dengan sesama manusia tetapi juga dengan alam yang menghidupi mereka.

Nilai-nilai itu, salah satunya mewujud dalam laku Suku Baduy di desa Kanekes, Leuwidamar, Lebak, Banten. Hal ini pula yang kemudian membikin Achmad Nurcholis tertarik. Itu sebab, ia dan kawan-kawannya menjadikan Suku Baduy sebagai tujuan berguru pada proyek Peace Train--sebuah program traveling lintasagama menggunakan kereta api--September ini.

Dengan menaiki kereta api menuju Rangkasbitung dan Baduy Luar di Banten, nilai-nilai toleransi disisipkan.

Helatan ini sudah ketujuh kalinya digelar. Achmad Nurcholis sebagai salah satu penggagas program berpendapat, nilai-nilai toleransi harus dirawat. Kegiatan ini menjadi salah satu jalannya. Karenanya, ia dan rekan-rekannya melanjutkan Peace Train. Terselenggara pada 28-30 September 2018, program ini diikuti anak-anak muda.

Untuk kunjungan kali ini, Suku Baduy menjadi pilihan. Menurut Achmad Nurcholis, setiap daerah sebenarnya punya potret toleransi, kerukunan, juga perdamaian yang berbeda-beda. Yang tentunya, memiliki kekhasan dan keunikan masing-masing.

Baduy misalnya, menurut Nurcholis, jadi salah satu suku yang rupanya begitu menjaga keseimbangan dengan manusia dan alam. Ini juga yang dijadikan sebagai pembelajaran dalam praktik toleransi. Seperti, bagaimana Suku Baduy merajut perdamaian dalam bingkai kebhinekaan.

"Melalui program peace train ini, memang ingin mempelajari kekhasan dan keunikan masing-masing daerah tersebut. Bagaimana mereka merajut perdamaian dalam bingkai kebhinekaan," ungkap Nurcholis di program KBRPagi, Senin (1/10/2018).

Di wilayah ujung kulon Pulau Jawa tersebut peserta Peace Train 7 juga diajak mengunjungi komunitas agama-agama, komunitas penggerak perdamaian, rumah ibadah, serta tokoh-tokoh yang dianggap sebagai aktor penting toleransi dan perdamaian antaragama. Beberapa di antaranya GKP Rangkas, Goa MARIA, Vihara Ananda Avallokitesvara, Musium Multatuli, Masjid AGung, dan Gereja Maria Tak Berdosa.  

Tak berhenti sampai di situ, Peace Train merencanakan program ke-8 yang digelar Oktober mendatang. Kemudian dilanjutkan dengan kamp damai. Peserta kamp damai rencananya meliputi alumni Peace Train pertama sampai ke-8.

Achmad Nurcholis percaya, program Peace Train mampu menumbuhkan rasa toleransi bagi para pesertanya. Kelak, hal tersebut yang bakal memotivasi para peserta untuk menggagas kegiatan serupa di daerah masing-masing.



Editor: Nurika Manan

  • perdamaian
  • Toleransi
  • Peace Train Indonesia
  • Peace Train
  • Baduy

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!